Senin, 16 Januari 2012

Info Post
ISU: Apa yang menjadi peran Wali Baptis (Sponsor)? Apa saja norma Gereja Katolik mengenai Wali Baptis? Bolehkah seorang Katolik menjadi Wali Baptis bagi seorang Kristen non-Katolik? Bolehkah seorang Kristen non-Katolik menjadi Wali Baptis bagi seorang Katolik? Dan yang terakhir, bolehkah seorang Katolik memiliki lebih dari satu Bapa Baptis atau Ibu Baptis?

PEMBAHASAN:
Untuk memahami peran Wali Baptis, kita pertama-tama perlu mengetahui tujuan dan efek dari Sakramen Pembaptisan dan Penguatan. Di samping untuk pengampunan seluruh dosa kita (bdk. Katekismus Gereja Katolik 1263) dan memberikan meterai tak terhapuskan yang menggabungkan kita dengan Kristus (bdk. KGK 1272-1274), Pembaptisan memiliki dua efek lain yang bersifat sosial: Seseorang menjadi Putera Angkat Allah (bdk. KGK 1265) dan seseorang menjadi anggota Tubuh Kristus, yaitu Gereja (bdk. KGK 1267-1271).

Krisma atau Penguatan melengkapi Pembaptisan (bdk. KGK 1303-1304). Karena Krisma melengkapi Pembaptisan, efek-efek sosial Krisma sama dengan Pembaptisan. Mereka yang menerima Krisma digabungkan lebih sempurna sebagai seorang Putera Angkat Allah dengan Kristus Putera Tunggal Allah, disatukan lebih sempurna dengan Tubuh Kristus (Gereja), dan dikuatkan untuk memberikan kesaksian iman dalam kehidupan sehari-hari. Peran Wali Baptis berhubungan secara langsung terhadap efek-efek sosial Pembaptisan dan Penguatan ini.

Ketika seseorang menerima Pembaptisan, Allah mengampuni dosa-dosanya dan menghapuskan seluruh hukuman akibat dosa. Bapa memberikan orang itu karunia keselamatan. Bagaimanapun juga, orang itu dapat kehilangan rahmat ini. Sama seperti raja menghendaki hamba-hambanya untuk menggunakan talenta-talenta mereka untuk kemuliaan raja dan mengambil kembali talenta dari hamba yang malas dan jahat (Mat 25:14-30), maka Allah juga mengharapkan kita untuk mengerjakan keselamatan kita melalui doa dan tindakan kasih. Singkatnya, kita harus terus-menerus membuat diri kita bersatu dan menyelaraskan diri kita dengan Kristus. (Fil 1:27-2:18 ; KGK 1691-1696). Oleh karena itu, Pembaptisan merupakan awal dari sebuah kehidupan spiritual baru yang mana kita harus bertumbuh dalam kebajikan dan rahmat di hadapan Allah dan sesama kita. Pertumbuhan dalam kebajikan dan rahmat ini mencerminkan status kita sebagai anak-anak Allah karena pengangkatan (adopsi) dan sebagai anggota Tubuh Mistik Kristus, Gereja Katolik.

Teladan Iman

Peran Wali Baptis adalah untuk membantu pertumbuhan mereka yang dibaptis dalam kehidupan spiritual mereka yang baru. Sebagai seorang Putera Angkat Allah dan anggota Keluarga Allah, Gereja, mereka yang dibaptis harus  hidup dalam harmoni dengan Keluarga Allah. Seorang Wali Baptis berjanji menyediakan teladan iman “agar yang dibaptis menghayati hidup kristiani yang sesuai dengan baptisnya dan memenuhi dengan setia kewajiban-kewajiban yang melekat pada baptis itu.” (Kitab Hukum Kanonik 872). Bila yang dibaptis adalah seorang bayi atau anak kecil yang orang tuanya adalah umat beriman Katolik, Wali Baptis membantu orang tuanya di mana orang tua tetap merupakan pengajar iman utama bagi anaknya (Gravissimus Educationis [GE] 3). Bila yang dibaptis adalah seorang bayi atau anak kecil yang orang tuanya bukan Katolik, atau yang dibaptis adalah seorang dewasa, Wali Baptis harus menjadi teladan utama dalam pertumbuhan spiritual anak baptisnya.

Pertolongan terbesar yang dapat diberikan oleh Wali Baptis adalah teladan iman. Wali Baptis harus mengusahakan dan kebajikan dalam dirinya sendiri dan memberikan teladan doa. Sebagai bagian dari teladan iman ini, Wali Baptis harus terlibat dalam hidup anak baptisnya. Teladan Wali Baptis tidak bisa dilihat oleh anak baptisnya bila ia berada di luar kehidupan anak baptisnya. Menjadi terlibat secara aktif dalam kehidupan anak baptisnya akan mendorong hubungan yang kuat dan membuat Wali Baptis dapat menjalankan perannya sebagai role model. Anak baptis dapat memahami dengan lebih baik statusnya sebagai seorang anak Allah.

Persyaratan Khusus

“Calon baptis sedapat mungkin diberi wali baptis, yang berkewajiban mendampingi calon baptis dewasa dalam inisiasi kristiani, ... ” (KHK 872). Karena peran ini begitu penting, seorang Wali Baptis dalam Gereja Katolik harus:
1). Menjadi seorang Katolik yang berada dalam persekutuan penuh dengan Gereja,
2).  Layak ditunjuk dan menerima tanggungjawab sebagai Wali Baptis
3). Memenuhi persyaratan usia yang ditetapkan oleh keuskupan setempat di mana Pembaptisan dilakukan, dan
4). Bukan ibu atau ayah kandung dari orang yang dibaptis (GE 3; KHK 874 Point 1)

Seorang Wali Baptis tidak dapat memberikan teladan iman bila ia tidak berbagi (sharing) mengenai imannya. Karena seorang Wali Baptis berjanji untuk membantu dalam pembentukan orang yang baru dibaptis dan setuju untuk mewakili komunitas iman dan mendorong anak baptisnya untuk tetap berada dalam persatuan penuh dengan Gereja, Wali Baptis harus berada dalam persatuan penuh dengan Gereja Katolik sendiri. Oleh karena itu, Wali Baptis bagi seorang Katolik haruslah seorang Katolik yang baik dan benar. Dia harus telah menerima Sakramen Ekaristi dan Sakramen Penguatan dan harus hidup dalam keselarasan dengan iman Katolik (GE 3: bdk. Kanon 874). Dia juga harus memenuhi syarat untuk menerima sakramen-sakramen dan tidak terikat penalti/hukuman gerejawi.

Yang menjadi perhatian secara khusus saat ini adalah umat Katolik yang menikah di luar Gereja. Karena orang seperti ini tidak hidup selaras dengan ajaran dan praktek Gereja, orang ini tidak memenuhi syarat untuk diperbolehkan menerima Sakramen Ekaristi. Sampai dia menyatukan dirinya kembali dengan Gereja, ia tidak dapat bertindak sebagai Wali Baptis.

Mengenai persyaratan pertama bahwa seorang Wali Baptis haruslah seorang Katolik, hal ini berlaku mutlak untuk Gereja Katolik Roma, tetapi ada pengecualian untuk Gereja Katolik Timur menurut Hukum Kanonik Gereja Katolik Timur. Pengecualian ini berkaitan dengan hubungan antara Gereja Katolik Timur dengan saudara-saudara terpisah Gereja Ortodoks. “Untuk suatu sebab yang layak,” mengenai Pembaptisan seorang Katolik Timur, “diizinkan untuk mengakui umat beriman Kristen dari Gereja Timur non-Katolik lainnya untuk fungsi sebagai sponsor, tetapi selalu pada saat yang bersamaan dengan sponsor dari Katolik." [1] Hal ini berarti bahwa seorang Katolik Yunani-Ukraina dapat memiliki seorang Wali Baptis dari Ortodoks Rusia, atau seorang Katolik Koptik dapat memiliki seorang Wali Baptis dari Ortodoks Koptik, asalkan ada alasan yang baik untuk itu (misalnya hubungan keluarga) sementara orang yang dibaptis ini juga memiliki seorang Wali Baptis Katolik lainnya.

Karena Pembaptisan adalah sakramen yang menyatukan seluruh umat Kristen (bdk. KGK 1271), dan karena Gereja mengakui pentingnya hubungan keluarga dan persahabatan dekat, seorang Katolik dapat melayani sebagai “saksi” bagi seorang Kristen non-Katolik dalam pembaptisan, tetapi tidak sebagai seorang Wali Baptis. Seorang Katolik tidak dapat melayani sebagai seorang Wali Baptis bagi seseorang yang tidak memilik niat atau intensi untuk bertumbuh dalam iman Katolik. Demikian juga, seorang non-Katolik dapat bertindak sebagai “saksi” pada saat Pembaptisan Katolik hanya bila ada setidaknya seorang Katolik juga yang bertindak sebagai Wali Baptis bagi yang dibaptis pada saat Pembaptisan tersebut. [2]. KHK 874 point 2 menyebutkan, “Seorang yang telah dibaptis dalam suatu jemaat gerejawi bukan katolik hanya dapat diizinkan menjadi saksi baptis bersama dengan seorang wali baptis katolik.” Norma Pastoral ini memungkinkan hubungan keluarga untuk dipelihara dan iman dapat disaksikan oleh non-Katolik.

Seperti yang telah diterangkan sebelumnya, adalah penting bahwa Para Wali Baptis dipilih untuk tujuan-tujuan di atas dan bersedia menerima tanggungjawab-tanggungjawab tersebut. Para Wali Baptis juga harus memenuhi berbagai persyaratan yang ditetapkan oleh uskup setempat. Persyaratan-persyaratan ini dimaksudkan untuk memastikan bahwa Para Wali Baptis menerima tanggungjawab dengan serius dan mampu untuk memenuhi tanggungjawab tersebut.

Wali Baptis juga harus bukan orang tua dari orang yang dibaptis. Berdasarkan tradisi kuno Gereja, hubungan spiritual muncul antara Wali Baptis dan Anak Baptis. Hubungan ini membangun ikatan dalam iman dan membawa tanggungjawab orang tua secara rohani. Jika orang tua kandung si anak tidak dapat memunculkan atau membentuk pribadi anak dalam iman, Wali Baptis harus memenuhi kewajiban ini. Orang tua kandung telah memiliki hubungan parental yang utama dengan anak yang dibaptis. Tetapi bila orang tua kandung ini juga menjadi Wali Baptis bagi anak kandung mereka, maka tidak akan ada lagi orang lain yang dapat membantu mereka atau menggantikan tempat mereka untuk mendidik iman anak mereka ketika mereka tidak ada atau ketika mereka tidak sanggup memenuhi tugas tersebut.

Hubungan spiritual ini begitu kuat sehingga, pada masa lalu, Gereja tidak mengizinkan Wali Baptis dan Anak Baptisnya menikah. Sementara larangan untuk menikah ini tidak lagi ada di Gereja Barat, larangan ini tetap ada di Gereja-gereja Katolik Timur. Hal ini berarti bahwa dalam Gereja-gereja Katolik Timur, seseorang tidak boleh menjadi Wali Baptis bagi calon pasangannya, meskipun hal ini dapat dikesampingkan oleh uskup setempat.[3] Lebih jauh, hubungan spiritual ini begitu penting sehingga Gereja merekomendasikan “agar diterima sebagai wali penguatan (Krisma) orang yang sudah menerima tugas yang sama dalam baptis.” (KHK 893 point 2)

Akhirnya, bagi seorang yang dibaptis Katolik, “ ... wali baptis hendaknya diambil hanya satu pria atau hanya satu wanita atau juga pria dan wanita.” (KHK 873). Oleh karena, seorang Katolik hanya boleh memiliki satu Bapa Baptis dan satu Ibu Baptis atau hanya salah satunya.

Membangun Keluarga Allah

Menjadi seorang Wali Baptis adalah tugas penting dalam Gereja Katolik. Seringkali Wali Baptis dipilih dari anggota keluarga dan teman dekat. Sungguh sering, Wali Baptis tidak hidup dalam daerah yang sama dengan Anak Baptisnya. Sementara hal ini membuat Wali Baptis sulit untuk menjadi bagian dari kehidupan Anak Baptisnya, tetapi tetap tidak mustahil. Setidaknya, Wali Baptis sebaiknya mengirimkan kartu ucapan selamat ulang tahun, selamat menerima Krisma, selamat Natal, atau untuk peristiwa-peristiwa penting dalam hidup si Anak Baptis tersebut. Bisa juga dengan menghadiahkan buku-buku Katolik atau Kitab Suci.

Mengingat dan menyadari Pembaptisan dan Penguatan mereka akan mendorong para Anak Baptis untuk menanggapi rahmat yang mereka terima dari sakramen ini dan menghidupi kehidupan layaknya anak Allah. Mereka harus tetap berada dalam kontak dengan Wali Baptis melalui surat, telepon, dan bila mungkin kunjungan pribadi dari Wali Baptis. Orang tua seharusnya mendukung dan mendorong hubungan antara anak-anak mereka dengan para Wali Baptis anak-anak mereka. Dengan cara ini, anak-anak tidak akan lagi menganggap Pembaptisan atau Penguatan sekadar sesuatu indah yang terjadi dalam hidup mereka. Lebih dari itu, mereka akan mengalami hubungan yang konkret yang memberikan kesaksian mengenai status mereka sebagai Anak-anak Angkat Allah. Lebih jauh lagi, mereka akan terdorong untuk hidup dalam harmoni dengan keluarga Gereja yang lebih besar.

Catatan Kaki:
[1] Code of Canons of the Eastern Churches, Latin-English Edition (Washington: Canon Law Society of America, 1990), canon 685 section 5.
[2] Pontifical Council for Promoting Christian Unity, The 1993 Directory for Ecumenism, no. 98.
[3] Code of Canons of the Eastern Churches, canon 811 section 1.

Pax et Bonum
 
Selebran: Pastor Lawrence Ng . Foto: John Ragai/flickr (CC BY 2.0)