Selasa, 15 Mei 2012

Info Post

Dalam ekumenisme, kita seharusnya tidak menunjukkan sikap diam terhadap kebenaran istimewa karena ketakutan untuk tidak dapat tinggal bersama dengan yang lain. Sesuatu yang benar harus dikatakan secara terbuka, tanpa bayangan kepura-puraan. Kebenaran sempurna adalah satu aspek dari cinta sempurna. – Benediktus XVI, Paus dan Uskup Roma.

Maria menggentarkan kekuasaan neraka. Ia “dahsyat bagaikan balatentara yang siap sedia bertempur.” (Kidung Agung 6:10), sebab bagaikan panglima yang bijaksana, dia tahu bagaimana harus menggunakan kekuasaannya, kerahimannya maupun doa-doanya untuk mencerai-beraikan musuh dan melindungi para hambanya. – St. Alfonsus Liguori, Uskup Sant’Agata de’ Goti dan Doktor Mariologi


Sebenarnya Maria sendirilah yang membawakan kerasulan di dunia ini, yaitu Dia yang datang untuk membawa api di dunia dan menghendaki agar menyala. Tugas Maria tidak dapat dikatakan selesai, jika ia sendiri tidak berada di tengah penampakan lidah-lidah api. Lidah-lidah api itu diturunkan oleh Roh Kudus atas para rasul untuk mengobarkan mereka dengan pewartaan sampai akhir zaman. Bagi mereka Pentakosta adalah Betlehem rohani Epifani baru. Sebagai ibu, Maria dikandung menunjukkan lagi Kristus Mistik, Puteranya kepada para gembala dan para raja. – alm. Fulton Sheen, Uskup Agung New York

Maria adalah Bunda Gereja, bukan hanya karena dia Bunda Kristus dan pendamping paling dekat dalam karya penyelamatan, yaitu ketika Putera Allah mengambil kodrat manusia daripadanya sehingga dalam misteri kemanusiaan-Nya membebaskan manusia dari dosa, tetapi juga karena: “Maria menunjukkan diri kepada seluruh umat pilihan sebagai model atau teladan segala keutamaan-keutamaannya. – alm. Paulus VI, Paus dan Uskup Roma

Tanah kami (Irak) adalah Tanah Abraham. Ia dipanggil pada saat mengalami kemandulan. Ini juga merupakan masa sulit dan Allah berkata kepadanya, “Lihatlah langit dan banyaknya bintang. Keturunanmu akan menjadi seperti ini.”, dan selalu demikian adanya. Allah memberikan kami tanda harapan di tengah-tengan penderitaan sehingga kami dapat mengandalkan Dia dan terus berjalan. Adalah sukacita bahwa kami selalu mengalami dan memuji Allah di tengah penderitaan kami. Di tengah krisis, Allah akan selalu memberi kita tanda harapan dan sukacita bahwa Dia berserta kita, Immanuel.Bashar Matti Warda, Uskup Agung  Erbil (Katolik Khaldea) di bagian utara Irak, berbicara mengenai penderitaan yang dialami oleh umat Kristen di Irak.

Bagi kami yang hidup di Tanah Suci ini, Kristus terus menderita dalam anggota Tubuh Mistik-Nya (yaitu Gereja Katolik); setiap kami dihadapkan dengan tidak adanya kebebasan bergerak dan perdamaian, dengan frustasi, penderitaan dan bahkan kemartiran. Kondisi hidup seperti ini melukai kami di jiwa kami paling dalam. Kami sangat lapar dan haus akan keadilan dan perdamaian. Kami bermimpi menjalani hidup normal sederhana. Kami adalah tawanan kebencian, ketidakpercayaan dan ketakutan manusia satu sama lain. Meskipun demikian, Tuhan meminta kita supaya meniru tindakan rendah hati, bukannya peninggian diri; kerendahan hati-Nya di tempat kesombongan; kerahiman-Nya di tempat kebencian dan cinta yang jauh lebih besar bagi-Nya dan bagi sesama. – Fouad Twal, Patriark Latin Yerusalem, dalam Homili Misa Kamis Putih 5 April 2012.

“Firman Allah memberi kita hidup” adalah motto saya dan saya ingin agar semua pria dan wanita memiliki kehidupan yang berasal dari pewartaan Firman Allah. Perikop Kitab Suci favorit saya adalah dari Bilangan 11:25-30, di mana saya berharap semua orang dipenuhi Roh Kudus. Saya ingin semua menjadi benar seturut Roh Allah; untuk “berkata-kata seperti nabi – menjadi pengkhotbah”. Dan ini akan membantu semua umat Allah menuju ke Tanah Terjanji. Dengan Firman Allah yang dikhotbahkan oleh semua orang, hal ini tentu akan membantu semuanya menuju ke surga. – Martin Munyanyi, Uskup Gweru (Zimbabwe)

Di tengah gelombang dahsyat samudera kehidupan yang mengamuk, di kiri dan kanan diterjang ombak... hanya satu yang kusayangi, hanya satu hartaku, satu hiburan yang membuatku lupa akan deritaku; itulah terang dari Tritunggal Mahakudus. – St. Gregorius dari Nazianzus, Uskup Nazianzus dan Doktor Gereja

Buatlah ya Tuhan supaya aku tetap setia akan apa yang kuakui dalam syahadat kelahiran-kembali diriku, ketika aku dibaptis dalam Bapa, dalam Putera dan dalam Roh Kudus. Semoga aku menyembah Engkau Bapa kami, dan Putera-Mu bersama dengan Dikau; semoga aku pantas menerima Roh Kudus-Mu yang berasal dari Engkau melalui Putera-Mu yang tunggal. ... Amin. – St. Hilarius dari Poitiers, Uskup Poitiers dan Doktor Gereja

Ketika kita memikirkan Yesus tinggal di dalam kita dan di antara kita, ketika kita mengasihi satu sama lain, kita sedang mengasihi Yesus dan hal itu memberikan kita motivasi lebih besar untuk meyakinkan kita membawa perdamaian bila terjadi perpecahan, bila komunitas kita terpecah dalam berbagai cara. Bila kita menemukan huru-hara di Gereja kita, kita masih dapat mengasihi dan hidup dalam kasih. Seperti yang St. Yohanes katakan kepada kita, kasih itu harus lebih dari sekadar kata-kata; kasih itu harus menjadi tindakan, dalam perbuatan – mengasihi satu sama lain. Begitulah cara bagaimana kita dapat merasakan damai di dalam hati kita dan di dalam Gereja. - Thomas Gumbleton, Uskup Agung Auksilier Emeritus Keuskupan Agung Detroit

Kami datang untuk menyatakan iman kami, kesetiaan kami dan cinta kami bagi Pengganti St. Petrus. Hari ini, perayaan kami adalah tanda kelihatan dari persekutuan iman yang menyebar di seluruh dunia dan bagaimana hal tersebut disatukan di sini di Roma, di mana Petrus tinggal, sekarang menggunakan nama Benediktus XVI. – Donald Cardinal Wuerl, Kardinal dan Uskup Agung Washington dalam Kunjungan Ad Limina Apostolorum ke Roma.

Kebahagiaan datang dari menghadapi kewajiban-kewajiban kita, melakukan tugas-tugas kita, khususnya dalam hal kecil dan secara teratur, sehingga kita dapat berkembang untuk menghadapi tantangan-tantangan yang lebih keras. ... Menjadi seorang murid Yesus memerlukan kedisiplinan, terutama kedisiplinan diri; sesuatu yang St. Paulus sebut pengendalian diri. Tindakan pengendalian diri tidak akan membuatmu sempurna, tetapi pengendalian diri penting untuk mengembangkan dan melindungi kasih di dalam diri kita dan menghindarkan orang lain, terutama keluarga dan teman kita, dari menjadi tersakiti oleh karena kejatuhan kita ke dalam kejahatan atau kemalasan. – George Cardinal Pell, Kardinal dan Uskup Agung Sydney, kepada orang muda Katolik dalam World Youth Day tahun 2008.

Pax et Bonum, dikumpulkan oleh Indonesian Papist.