Selasa, 08 Mei 2012

Info Post
Taman Maria Giri Wening (sumber:  tamanmariagiriwening.blogspot.com)
Rekan admin Gereja Katolik, Pater Deus Meus et Omnia, mempublikasikan renungan yang bagus sekali. Renungan ini diangkat dari berbagai kasus penolakan terhadap kehadiran Gereja Katolik di berbagai tempat di Indonesia. Renungan ini berjudul SIKSANYA SINGKAT TETAPI NIKMATNYA KEKAL yang dipublikasikan Beliau pada Hari Selasa, 8 Mei 2012 di page Gereja Katolik. Indonesian Papist merasa perlu untuk mengarsipkan renungan ini. Berikut isi renungannya:


Dalam minggu ini kita memperoleh banyak berita tentang ancaman-ancaman terhadap hidup menggereja kita. Sebuah gua maria di daerah Yogyakarta didatangi sekelompok massa dengan maksud mempertanyaan IMB bangunan tersebut yang telah dimulai sejak 2009. Di daerah Singkil Aceh, pihak pemerintah menutup sebuah gereja Katolik tempat umat beriman selalu melaksanakan ritual agamanya. Di daerah Riau juga hal yang sama terjadi; bangunan gereja yang sudah mendekati tahap penyelesaian tiba-tiba diperintahkan untuk dihentikan pembangunannya karena alasan-alasan tertentu. Ini hanya beberapa dari banyak kasus yang terjadi di tengah-tengah kita. Secara fisik mungkin banyak yang takut kehilangan nyawa. Tetapi tak terhitung banyaknya umat yang imannya semakin teguh karena hal-hal demikian dianggap sebagai pemenuhan Sabda Kristus dalam Kitab Suci, bahwa pengikut-Nya akan mengalami penolakan bahkan penganiayaan.

St. Paulus dan para martir sendiri sudah mengalaminya. Paulus dilempari batu dan diseret keluar kota oleh karena kegetolannya mewartakan Yesus. Namun semangatnya tidak pudar. Ia diusir dari satu kota, tetapi dengan hati gembira dan sukacita beralih ke kota lain dengan misi yang sama: mewartakan Injil Tuhan. Ia dan temannya Barnabas menguatkan hati umat supaya tetap bertekun dalam iman, dan mengatakan bahwa untuk masuk ke dalam Kerajaan Allah, kita harus mengalami banyak sengsara (Bac I: Kis 14: 19-29). Bagi Paulus dan para jemaat perdana, penganiayaan dan penderitaan badani hanyalah SIKSAAN SINGKAT TETAPI NIKMATNYA KEKAL.

Tak banyak orang yang sanggup menanggung siksaan dan aniaya. Ketakutan akan kehilangan nyawa dan harta dunia membuat orang sering menyerah dalam situasi terancam. Hanya orang yang beriman kuatlah yang mampu bangkit berdiri setelah mengalami penyiksaan seperti Paulus. Yesus tidak menghendaki para murid-Nya lari mencari kenikmatan dan happy sesaat di kala terjadi pengejaran. Karena kebahagiaan sejati bukan berasal dari dunia ini, bukan berasal dari nikmat sesaat, tetapi dari Allah sendiri. Kebahagiaan dan rasa damai seperti itu hanyalah kedamaian palsu. Damai sejahtera yang dijanjikan Yesus bukan suatu keadaan tanpa pertentangan dan penolakan, tetapi Damai yang bersumber dari Allah, yang sifatnya tulus, jujur dan murni. Maka, ketika Yesus menyampaikan salam damai ini: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera Kuberikan kepadamu, dan apa yang Kuberikan tidak seperti yang diberikan oleh dunia kepadamu” (Yoh 14:27), segera Dia melanjutkan kata-kata peneguhan-Nya: “Janganlah gelisah hatimu” (ay 27c).

Yesus mengawaskan bahwa pemberian salam damai bagi para murid bukan petunjuk bahwa hidup mereka akan aman-aman saja tanpa masalah. Mereka pasti akan mengalami penolakan, maka perlulah siap sedia dan ‘tidak gelisah hati’. Damai yang diberikan Yesus bukan model damai dari penguasa dunia, yang setelah berhasil mengakhiri perang maka persoalan dianggap selesai. Itu namanya: ‘nikmat singkat tetapi siksaannya kekal’. Karena rasa damai yang demikian sifatnya semu, tidak mengakar dan tidak tulus. Pihak yang kalah tidak akan pernah menerima kekalahan karena menyangkut harga diri. Sementara damai yang diberikan Yesus adalah Damai Surgawi: rela, tulus dan setia biarpun menderita karena: SIKSANYA SINGKAT TETAPI NIKMATNYA KEKAL. Semoga kita mampu bertekun dalam iman seperti St. Paulus, karena rahmatnya kekal di surga.

sumber:  Gereja Katolik
pax et bonum