Minggu, 19 Agustus 2012

Info Post

Kali ini Indonesian Papist menemukan sebuah artikel menarik bertemakan keluarga Katolik yang berbicara mengenai poin-poin penting yang harus dilakukan oleh seorang ayah Katolik dalam keluarga. Artikel ini ditulis oleh Mr. Randy Hain, penulis buku The Catholic Briefcase, di situs The Integrated Catholic Life. Artikel ini sendiri relevan juga dibaca oleh para pria dewasa yang sudah merencanakan untuk berkeluarga maupun yang belum. Saya berkesempatan untuk menerjemahkan bebas artikel tersebut sembari memberikan tambahan penjelasan yang relevan. Silahkan artikel ini dibaca pelan-pelan dengan tenang. Bila berkenan terhadap artikel ini silahkan share/berbagi dengan suami atau ayah anda masing-masing. Semoga artikel ini bermanfaat. Selamat membaca!


Tujuh Poin Checklist bagi Para Ayah Katolik


Saya berbicara dengan teman saya sesama ayah sambil makan siang baru-baru ini mengenai tantangan-tantangan dalam membesarkan anak-anak pada masa sekarang. Setelah saling bertukar cerita dan diskusi tentang pengaruh-pengaruh budaya yang buruk, teman saya meninggalkan meja sambil berkata, “Saya harus kembali ke kantor. Lain kali saat kita bertemu lagi kita sebaiknya saling mengungkapkan gagasan kita mengenai daftar periksa (Checklist) yang berguna bagi para ayah sehingga kita tidak melupakan apa yang seharusnya kita lakukan!” Pernyataan itu telah menjebak saya untuk berpikir sejak pertemuan kami tersebut dan saya memutuskan bahwa saya tidak dapat menunggu lagi sampai makan siang berikutnya untuk menggali lebih dalam mengenai topik ini. Taruhannya terlalu tinggi dan generasi anak-anak sekarang sangat membutuhkan ayah mereka untuk melangkah bersama tanggungjawab mereka.

Saya terberkati tumbuh bersama dengan orang tua yang hebat. Kami tidak memiliki banyak uang, tetapi orang tua kami memastikan saudari saya dan saya memiliki cinta kasih, disiplin, iman, nilai-nilai yang teguh dan etos kerja yang solid. Ibu saya memainkan peran penting dalam keluarga kami sama seperti yang semua ibu umumnya lakukan. Tetapi, sembari saya bertumbuh besar, saya menemukan bahwa diri saya paling menyerupai ayah saya. Saya meneruskan kepada anak-anak saya banyak pelajaran berharga yang ayah saya ajarkan kepada saya dan saya masih mengharapkan kebijaksanaan dan saran kepadanya. Mari lihat kembali didikan yang anda terima. Peran apa yang ayah anda mainkan? Apakah ada model peran lain? Sama seperti banyak dari kita menghidupi pelajaran-pelajaran yang kita pelajari di masa muda kita, anak-anak kita kelak akan meniru kita. Anak-anak kita selalu menyaksikan kita dan kita sebagai ayah harus memutuskan apakah kita akan menjadi panutan heroik mereka yang secara konsisten memberikan teladan yang benar atau melepaskan tanggungjawab kebapakan kita kepada banyak pengaruh-pengaruh sosial yang buruk. Apa yang kita pilih?

Saat saya merenungkan komentar teman saya tersebut mengenai checklist bagi para ayah, saya membuatkan daftar sejumlah tindakan yang saya sedang lakukan yang saya pelajari dari ayah saya dan pengalaman saya sendiri sebagai orang tua. Membuat daftar-daftar ini sungguh memvonis dan menantang bagi saya karena saya menjadi sangat sadar di mana saya seringkali jatuh dalam membesarkan anak-anak saya. Tetapi, merenungkan daftar ini juga telah menginspirasi saya dan saya mencoba untuk bercermin terhadap tindakan-tindakan tersebut selama waktu doa saya setiap hari. Saya memiliki jalan panjang untuk dilalui tetapi saya percaya bahwa menghidupi harapan-harapan di bawah ini akan menjaga saya berjalan menuju ke arah yang benar.
  
Berserah Diri. Kita harus berserah diri secara berkelanjutan kepada Kristus agar kehendak-Nya yang terjadi dalam hidup kita. Kita tidak dituntut sebanyak apa yang kita sendiri kehendaki! St. Ignasius dari Loyola sekali waktu berkata: “Hanya sedikit jiwa memahami apa yang Allah ingin capai dalam diri mereka [yaitu] bila mereka menyerahkan diri mereka sendiri tanpa syarat kepada Allah dan bila mereka membiarkan rahmat Allah membentuk mereka sesuai yang Allah kehendaki.”

Menjadi Seorang Lelaki Pendoa. Anak-anak kita akan lebih mungkin ingin berdoa bila kita berdoa juga. Bekerjalah mengembangkan rutinitas doa sehari-hari (tapi bukan sekadar rutinitas saja) dengan tujuan setidaknya satu jam dalam sehari dikhususkan untuk berdoa. Terdengar sulit? Pikirkanlah berapa banyak waktu menonton yang kita habiskan setiap hari. Pikirkanlah berapa banyak waktu yang kita habiskan di kendaraan kita setiap hari dan berapa banyak waktu yang kita khususkan untuk berolahraga. (Tambahan Indonesian Papist: Pikirkanlah pula berapa banyak waktu yang kita habiskan di internet dan jejaring sosial.) Kita memiliki waktu lebih dari cukup untuk berdoa bila kita merencanakan untuk berdoa, menjadwalkan untuk berdoa dan berkomitmen terhadap rencana dan jadwal tersebut. Berdoa Doa Pagi (bisa dilihat di Puji Syukur atau Madah Bakti atau buku doa lainnya) atau doa-doa lain sebelum meninggalkan rumah selama 10 menit, Rosario selama di kendaraan atau sambil berolahraga selama 20 menit, berdoa sebelum dan sesudah makan (tiga kali makan) selama 5 menit, berdoa bersama istri dan anak-anak selama 10 menit, berdoa Litani Syukur 5 menit dan berdoa Angelus atau Ratu Surga (Jam 12 Siang dan 6 Sore) selama 10 menit. Tambahkanlah itu semua dan kita telah menemukan bahwa kita telah berdoa selama satu jam setiap hari.

Memahami Panggilan Sejati Kita. Bagi kita yang telah terberkati untuk menikah dan memiliki anak, kita harus mengakui bahwa membantu keluarga kita masuk ke surga (bukan ke neraka) dan menjadi seorang suami dan ayah yang baik adalah panggilan sejati kita. Karir bisnis bukanlah panggilan sejati kita. Adalah begitu mudah mengizinkan keluarga kita untuk melayani pekerjaan kita daripada menghabiskan banyak waktu kerja kita untuk melayani keluarga... dan pada gilirannya, keluarga kita untuk melayani Tuhan. (Penjelasan tambahan dari Papist: Mengizinkan keluarga kita untuk membantu atau ambil bagian dalam pekerjaan kita (bekerja sama atau bergotong royong seturut kemampuan) akan lebih mendekatkan daripada kita bekerja sendirian saja. Seorang ayah dapat melihat kepada Allah Bapa yang memberikan kita anak-anak-Nya kesempatan untuk berpartisipasi dalam karya keselamatan-Nya seturut talenta yang kita miliki. Bila Allah saja demikian, mengapa kita sebagai ayah tidak melakukannya? Di samping itu, seorang ayah secara nyata dapat membawa keluarganya untuk melayani Allah melalui pelayanan terhadap sesama. Contoh secara nyatanya? Salah satu contohnya: Para ayah, silahkan bawa keluarga anda berkunjung ke panti asuhan atau panti jompo.)

Investasikan Waktu Kita. Anak-anak kita membutuhkan waktu kita. Taruhlah smartphone, matikan TV, batalkan kegiatan turnamen golf dan habiskan lebih banyak waktu bersama anak-anak kita. Dengan tidak adanya waktu seorang ayah bersama keluarganya, dapat anda pastikan ada pengaruh buruk yang tak terhitung jumlahnya yang siap untuk menggantikan sang ayah dan membimbing anak-anak ke arah yang salah. Saya menguraikan kata-kata Scott Hahn yang sekali waktu berkata bahwa di era modern kita sekarang ini, ayah atau ibu yang bersedia untuk meninggalkan kantor setelah bekerja 40 jam per minggu dengan tujuan untuk memiliki lebih banyak waktu bersama keluarganya adalah pahlawan sejati.

Jadilah Berani. Umat Kristiani diharapkan untuk dapat menonjol, bukan untuk larut tak kelihatan. Kita hidup di masa sulit, masa-masa penuh percobaan. Keluarga-keluarga diserang [oleh budaya-budaya yang buruk dsb], anak-anak kita berada dalam risiko, dan banyak orang menjadi buta akan perlunya menghormati dan menghargai setiap kehidupan. Di samping itu, ateis menjadi salah satu kelompok yang paling cepat berkembang di dunia. Kita sebagai ayah memiliki peluang untuk menjadi lentera terang dan teladan baik dari cinta kasih penebusan Kristus. Kita akan dihakimi suatu hari nanti seturut buat-buah kerasulan kita dan kita berharap mendengar Kristus berkata, “Kerja bagus, pelayan-Ku yang baik dan setia.”

Melepaskan Diri dari Keterikatan Duniawi. Sungguh-sungguhlah bertanya kepada diri kita sendiri apakah kita membutuhkan “hal itu” apapun bentuk atau rupa “hal itu”. Lepaskanlah “hal-hal itu” dari jalan kehidupan doa kita, kehadiran kita dalam Misa bersama keluarga, pemberian derma, membantu secara sukarela (volunteering), waktu bersama keluarga kita dan tentu saja hubungan kita dengan Yesus Kristus. “Pelepasan diri yang efektif dari segala sesuatu yang kita punya dan kita adanya adalah perlu bila kita hendak mengikuti Yesus, bila kita ingin membuka hati kita kepada Tuhan yang datang dan memanggil kita. Di sisi lain, keterikatan pada hal-hal duniawi menutup pintu kita untuk Kristus dan menutup pintu untuk mencintai dan [menutup] terhadap kemungkinan untuk memahami apa yang paling penting dalam hidup kita.” – Francis Fernandez, In Conversation with God.

Mencintai Istri Sepenuh Hati. Para Ayah, anda harus mencintai dan menghargai istri anda; jelas dan sederhana. Anak-anak akan belajar mencintai sesama dengan bagaimana mereka melihat ayah dan ibu mereka saling mencintai satu sama lain. Katakanlah “aku mencintaimu” kepada istri anda dan anak-anak anda sesering mungkin. Tunjukkanlah cinta dan respek kepada istri anda dan hargailah peran penting yang istri anda lakukan dalam keluarga anda. “Hal terpenting yang seorang ayah dapat lakukan bagi anak-anaknya adalah mencintai ibu mereka.” – Romo Theodore Martin Hesburgh, CSC.

Saya memiliki keprihatinan yang serius mengenai anak-anak zaman sekarang dan saya mengetahui tanpa ragu bahwa ayah yang kuat adalah bagian dari solusinya. Tolong sediakan beberapa menit waktu anda setelah membaca artikel ini untuk merenungkan bagaimana anda melakukan peran anda sebagai seorang ayah dan suami. Ambil dan bawalah hasil perenungan anda ke dalam doa atau ke dalam Sakramen Pertobatan dan buatlah sebuah komitmen untuk berubah bila anda rasa itu perlu. Saya yakinkan anda bahwa saya sendiri akan berada dalam Kamar Pengakuan Dosa hari Sabtu ini!

Sebagai lelaki Katolik, kita memiliki tanggungjawab untuk menjadi ayah sekaligus suami yang kuat dan teguh, pemimpin di paroki kita, pelayan yang baik di masyarakat dan pengikut Kristus yang rendah hati. Lihatlah kepada teladan yang menginspirasi dari St. Yosef, santo pelindung para ayah dan pekerja serta santo pelindung Gereja Universal; ketaatannya, kerendahan hatinya, ketidakegoisannya, keberaniannya dan cinta kasihnya yang ia tunjukkan kepada Yesus dan Maria. Bila kita dapat meniru St. Yosef meskipun sedikit saja setiap harinya, kita akan menjadi semakin dekat untuk menjadi lelaki dan ayah seturut panggilan sejati kita. 



Pax et Bonum