Jumat, 26 Oktober 2012

Info Post
I. Fakta. Apabila kita mempelajari sejarah Gereja, maka ada satu masalah yang patut dicatat, yaitu perkembangan Gereja yang begitu pesat. Gereja mengirim pengkhotbahnya ke seluruh daerah. Terutama Santo Paulus menunjukkan kegiatan yang tidak kenal menyerah; ia disemangati oleh suatu dorongan batin. Setelah beberapa puluh tahun Gereja sudah tersebar ke seluruh dunia di masa itu. Nama “Katolik” mulai digunakan; nama itu berarti umum, universal. Sifat itu tetap dipertahankannya; daerah pengkhotbahanya terus diperluas; utusan baru terus dikirim ke daerah yang baru terbuka. Gereja adalah satu dan kudus; ini tidak berarti bahwa ia membentuk satu kelompok kecil yang mempertahankan kemurniannya secara kaku dengan jalan mengisolasi diri; Gereja tidak sempit dan picik; sikapnya bukan menolak, tetapi mengundang; kesatuannya mencakup seluruh dunia dan kekudusannya diperuntukkan bagi semua orang.

II. Dasar Pembuktian. Perintah Kristus kepada para rasul berlaku untuk seluruh dunia: Kamu akan menjadi saksi-Ku di Yerusalem dan di seluruh Yudea dan Samaria dan sampai ke ujung bumi. (Kis 1:8). Ia memanggil semua orang untuk masuk ke dalam Gereja-Nya, atau lebih lagi Ia menyatakan suatu kewajiban bagi semua orang untuk dibaptis dan untuk percaya kepada perkataan Kristus: “Pergilah ke seluruh dunia dan wartakanlah Injil kepada segala makhluk. Siapa yang percaya dan dibaptis akan diselamatkan, tetapi siapa yang tidak percaya akan dihukum. Mrk 16:16. Setiap orang wajib taat kepada perkataan penuh kewibawaan dari para rasul karena siapa yang mendengarkan kamu ia mendengarkan Aku, dan siapa menolak kamu ia menolak Aku. (Luk 10:16)

III. Faktor Intern. Pengertian katolik mempunyai beberapa aspek. Gereja tidak terbatas pada tempat tertentu, bangsa tertentu atau kebudayaan tertentu; Gereja itu universal. Gereja tidak dimaksudkan untuk waktu tertentu saja; betapa pun lanjut usianya, ia tetap muda. Ia tidak diperuntukkan bagi manusia dan tingkat kemasyarakatan tertentu ataupun dari kemajuan tertentu, tetapi ia berpaling kepada yang miskin dan kaya, kepada yang pandai dan yang bodoh. Gereja juga universal dalam artikata bahwa ia mencakup seluruh manusia, bukan hanya pikirannya tetapi juga hatinya; bukan hanya kehendaknya tetapi juga perasaannya; bukan hanya jiwanya tetapi juga badannya. Iman Katolik bukan agama pikiran, bukan latihan kehendak, bukan juga agama perasaan. Iman katolik mau melayani Allah dalam roh dan kebenaran, (Yoh 4:23), dengan tidak melupakan kelemahan manusiawi.

Sifat Gereja yang katolik bukanlah suatu pengertian kosong. Ia menuntut kesatuan dan stabilitas. Gereja itu katolik dalam artikata bahwa ia diorganisir di seluruh dunia dan melalui segala zaman sebagai satu kesatuan dan bahwa di segala tempat dan pada segala waktu seluruh wahyu Kristen hidup di dalamnya, serta bahwa seluruh pewartaan Injil sudah menjadi nyata di dalamnya. Apa yang ia wartakan bukanlah suatu pilihan atau suatu aspek dari ajaran Kristen, tetapi semuanya, bukan hanya hal-hal pokok tetapi seluruhnya.

IV. Kenyataan. Sifat katolik tidak berarti bahwa ia dapat mencakup semua orang atau sebagian besar dari umat manusia. Statistik dapat menjelaskan bahwa belum sampai seperlima penduduk dunia menjadi anggota Gereja. Sifat Katolik harus diartikan bahwa ia dapat diketemukan di seluruh dunia dan bahwa segala bangsa dan negara, segala kelompok dan martabat memberi sumbangan untuk membentuk suatu badan yang baik dan terurus baik. Di dalam perjalanan sejarah, sifat katolik itu mendapat bentuk yang makin nyata walaupun ada kekuatan-kekuatan yang menghambat, umpamanya; perlawanan oleh musuh-musuhnya dan kekurangan semangat dari anggotanya sendiri.

V. Tanda dan Mujizat. Sifat katolik mempunyai segi yang mengherankan karena kesatuan yang benar dalam hal-hal rohani, tanpa paksaan dari luar, tidak mungkin terpelihara secara murni di suatu wilayah seluas dunia ini, selama dua puluh abad, kalau tidak ada bimbingan ilahi yang khusus. Kekuatan manusiawi saja tidak mungkin mempertahankannya. Karena itu Gereja memiliki materai kebenaran ilahi dalam kekatolikannya.

Oleh Pater Herman Embuiru, SVD dalam buku “Aku Percaya” hlm. 149-151
Pax et Bonum
follow Indonesian Papist's Twitter