Minggu, 21 Oktober 2012

Info Post
Gereja yang Kudus
I. Kekudusan Ilahi. Apabila kita bertanya, “Mengapa Gereja itu kudus?”, maka jawabannya adalah sebagai berikut. Gereja itu kudus, karena sumber di mana ia berasal, karena tujuan ke mana ia diarahkan dan karena unsur-unsur ilahi yang otentik yang ada di dalamnya adalah kudus. Gereja didirikan oleh Kristus dan dilahirkan dari lambung terluka Sang Penebus yang tergantung mati di kayu salib. Gereja menerima kekudusannya dari Dia, dari doa-Nya: Ya Bapa yang kudus, peliharalah mereka dalam nama-Ku ... Aku tidak meminta supaya Engkau mengambil mereka dari dunia, tetapi supaya Engkau melindungi mereka daripada yang jahat ... Kuduskanlah mereka dalam kebenaran ... Dan Aku telah menguduskan diri-Ku bagi mereka, supaya mereka pun dikuduskan dalam kebenaran. (Yoh 17:11, 15, 17-19). Dengan perkataan terakhir itu, Yesus menjelaskan bahwa Ia juga telah menderita untuk kekudusan Gereja. Dengan sesungguhnya Ia telah menyerahkan diriNya baginya untuk menguduskannya ... supaya Ia menempatkan Gereja di hadapan diri-Nya dengan cemerlang tanpa cacat atau kerut atau yang serupa itu, tetapi supaya jemaat itu kudus dan tidak bercela. Efesus 5:25-27.

Gereja itu kudus, karena tujuan dan arahnya kudus. Gereja mempunyai tugas untuk menyampaikan kekudusan Kristus kepada dunia dan untuk menyanyikan lagu pujian tentang kekudusan Allah. Sebab di dalam Dia, Allah telah memilih kita sebelum dunia dijadikan, supaya kita kudus dan tak bercacat di hadapan-Nya. Dalam kasih Ia telah menentukan kita dari semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya sesuai dengan kerelaan kehendak-Nya supaya terpujilah kasih karunia-Nya yang mulia yang dikaruniakannya kepada kita di dalam Dia yang dikasihi-Nya. Efe 1:4-6

Kekudusan Gereja tidak terdiri dari faktor-faktor lahiriah saja. Ia juga kudus karena ia adalah Tubuh Kristus dan karena Roh Kudus tinggal di dalamnya, bekerja di dalamnya dan menjiwainya. Dengan demikian terjadilah suatu hubungan yang sangat mesra dan misterius antara Roh dan pengantin wanita (Why 22:17), sehingga ada persesuaian yang sempurna antara kerinduan mereka yang paling mendalam. Mereka begitu bersatu, sehingga Roh sendirilah yang berdoa di dalam kita dan berkata: Abba, ya Bapa; bukan lagi kita yang berbicara melainkan Dia sendirilah yang berbicara di dalam kita apabila kita harus mengakui Kristus di depan penguasa duniawi.

Roh Kudus adalah jiwa Gereja. Ia tidak hanya membawa kesatuan antara manusia yang satu dengan manusia yang lain; ia juga membawa kesatuan mistik dengan Kristus. Oleh-Nya Gereja menjadi Tubuh Kristus. Dan apabila kita sampai berkata dengan Santo Paulus: Bukan lagi aku sendiri yang hidu, melainkan Kristus yang hidup di dalam aku, (Gal 2:20), maka kita harus juga mengambil kesimpulan, bahwa Kristuslah yang bekerja, menderita dan berdoa di dalam Gereja dan di dalam anggotanya; bahwa apa yang secara formal dilakukan oleh Gereja dan oleh anggotanya adalah sesuatu dari Kristus sendiri. Kristuslah yang mengajar di dalamnya dan memimpinnya. Kristuslah Imam besar yang membawa korban. Ia-lah yang memuji dan memuja Allah, Ia-lah yang memberkati, membaptis dan mengampuni dosa di dalam Gereja.

II. Anugerah Ilahi. Aspek kedua mengenai kekudusan Gereja terdapat di dalam anugerah ilahi yang ada di dalamnya. Semuanya berasal dari kemahakuasaan dan kebaikan Tuhan. Karena itu dengan sendirinya mereka harus kudus dan suci, dan tidak ada satu noda yang melekat padanya. Yang dimaksudkan di sini ialah wahyu kebahagiaan dengan kebenaran ilahi, ajaran kesusilaan Kristen dan nasihat-nasihat Injil; lembaga-lembaga Gereja seperti kewibawaan mengajar, kepemimpinan dan imamat; Kitab Suci, perkataan Tuhan secara tertulis; karismata mengenai ketidaksesatan mengajar dan kelestarian; Kurban Kudus Ekaristi dan sakramen-sakramen lain; rahmat dan anugerah Roh Kudus. Semuanya ini telah diberikan oleh Allah kepada Gereja dan karena itu Gereja dinamakan kudus.

III. Kekudusan Manusiawi. Aspek yang ketiga perlu diperhatikan. Gereja itu juga kudus karena kekudusan para anggotanya; kekudusan itu adalah kekudusan Kristus yang mereka terima melalui Gereja. Jadi, Gereja juga kudus dalam anggotanya, disebabkan oleh rahmat pengudus yang mereka miliki dan kebajikan yang mereka lakukan; ini dapat berarti kekudusan yang dipertahankan sesudah pembaptisan atau kekudusan sesudah penyesalan pendosa yang bertobat. Ia kudus karena para anggotanya telah ditandai oleh Kristus melalui pembaptisan dan telah diserahkan kepada Kristus. Ia juga kudus karena ia adalah suatu persatuan di mana kepercayaan, pengharapan dan cintakasih ilahi menjiwai manusia; suatu persatuan yang baik ke dalam maupun ke luar terarah kepada Tuhan dan di mana kebajikan dan kesusilaan hidup.

Semuanya ini tidak berarti bahwa para anggotanya memperlihatkan kesempurnaan yang ksatria. Sebaliknya, sebagian besar dari mereka terdiri dari orang kudus yang sangat biasa; tetapi ada juga yang mencapai tingkat kekudusan yang heroik; mereka ini dapat diketemukan dalam Gereja dalam segala tingkat dan martabat, dalam segala golongan usia, dalam segala bangsa dan negara. Gereja juga kudus di dalam banyak manusia biasa yang dengan jatuh bangun melaksanakan kebajikan Kristen dan menunjukkan banyak kelemahan manusiawi.

Kekudusan Gereja dapat dilihat pada hasilnya. Di mana Gereja sudah mulai berakar dan di mana ia sudah berpengaruh di sana, tampak kelihatan perbaikan kesusilaan, di sana dituntut persyaratan yang lebih tinggi dan norma yang lebih baik, di sana tampak suatu rintangan terhadap kekerasan kafir, egoisme keji dan pelampiasan hawa nafsu yang tidak terbatas; di sana tampak kelemahlembutan, belaskasihan dan kebaikan di dalam pergaulan antar manusia. Oleh pengaruh Gereja berkembanglah karitas dan perawatan orang miskin, orang lemah dan orang sakit. Dengan sesungguhnya kita harus berterimakasih kepada Gereja karena melalui mentalitas Kristen yang ditanam-Nya maka perbudakan dapat dihilangkan dan kedudukan wanita dapat diperbaiki. Itulah hasil dari pengaruh Gereja. Tetapi kita jangan menutup mata terhadap kenyataan bahwa di mana grafik pengaruh Gereja menurun, di sana grafik kebiasaan kafir akan naik kembali.

IV. Ketidaksempurnaan di dalam Gereja. Keindahan dan keagungan Gereja dibuat suram oleh ketidaksempurnaan. Kekudusan dikelilingi oleh kelemahan manusiawi. Wahyu dikhotbahkan dalam pengertian manusiawi dan dituangkan dalam penjelasan teologis yang seringkali masih membawa cap tersendiri dari zaman dan kebudayaan sehingga kemudian hari masih dibutuhkan perbaikan dan penjelasan.

Gereja itu kudus di dalam perundang-undangannya; sejauh yang menyangkut perundang-undangan umum tidak ada sesuatu yang bertentangan dengan kepercayaan dan kesusilaan. Tetapi itu tidak berarti bahwa segala caranya sudah yang terbaik dan bahwa segala ketentuannya sudah menunjukkan tingkat prudensi yang tertinggi. Sakramen dan seluruh peribadatan mendapat iklim yang pantas di dalam liturgi yang memang kudus, tetapi di dalamnya masih terdapat bentuk-bentuk yang sudah ketinggalan zaman dan dianggap sebagai beban. Gereja yang sifatnya universal, berlaku untuk semua manusia dan semua waktu, belum dapat membebaskan diri dari bentuk penampilan yang terikat pada suatu waktu tertentu, umpamanya bentuk yang antik, feodal dan absolutistis. Walaupun Roh Kudus selalu membantu Gereja dalam pengajaran dan dalam pimpinannya, namun kepicikan dalam pandangan dan keputusan tidak dihapuskan dengan begitu saja.

Seringkali ditemukan juga di dalam Gereja kekurangan keberanian, sikap yang terlalu bertele-tele dan kurang cekatan. Dengan demikian dapat dilihat di dalam Gereja yang kudus dan tetap kudus itu, segi-segi negatif yang biasanya terdapat pada manusia.

V. Dosa di dalam Gereja. Kesulitan terbesar ialah apakah Gereja tetap tinggal kudus walaupun di dalamnya terdapat banyak pendosa? Gereja bukan persatuan orang-orang saleh saja. Dengan tegas ia menandaskan bahwa para pendosa tetap tinggal anggota Gereja walaupun anggota yang tidak sempurna.

Apakah yang diartikan dengan Gereja? Kalau kita berbicara tentang Gereja dalam arti empiris dan hanya melihat unsur manusiawinya saja, maka kita dapat berbicara tentang dosa-dosa Gereja seperti kita juga dapat berbicara tentang keruntuhan dan kebobrokan Gereja. Tetapi di sini selalu dipergunakan perkataan Gereja dalam arti yang tidak sebenarnya. Gereja adalah Kristus bersama dengan umat beriman, bersatu di dalam Roh Kudus. Gereja adalah Penebus yang hidup di dalam umat-Nya atau umat yang hidup di dalam Kristus. Dan apabila istilah Gereja dipergunakan dalam arti ini, maka Gereja tidak mungkin berdosa. Dosa tidak berasal dari Gereja tetapi dari kelemahan kodrat manusiawi. Gereja adalah mempelai wanita yang murni bagi Kristus. Dosa yang terdapat di dalamnya tidak diakuinya seperti dosanya sendiri tetapi sebagai sesuatu yang terdapat dalam kerajaan setan; ia memandang dosa sebagai musuh yang sudah menyelinap masuk ke dalam wilayahnya dan harus diperanginya dengan tegas. Ia tidak membiarkan kerajaan setan berkembang di dalamnya; ia menderita dan berdoa dan bersilih untuk dosa. Terus-menerus ia berdoa; “Ampunilah kesalahan kami”. Ia telah menerima kuasa untuk mengampuni dosa; kuasa itu datangnya dari atas. Di dalam Sakramen Pembaptisan dan Pengakuan Dosa, manusia pendosa dibersihkan dalam darah Kristus. Gereja mempunyai kekudusan aktif yang terus berjuang; kekudusan yang mentobatkan dunia; yang membuat suci para anggotanya; yang membuat dirinya lebih matang; yang membuat suci para pendosa, kecuali kalau mereka menutup diri bagi pengaruh rahmat.

Oleh Pater Herman Embuiru, SVD dalam buku “Aku Percaya” hlm. 145-148
Pax et Bonum