Sabtu, 09 Maret 2013

Info Post


Pertobatan Seorang Anak 14 Tahun
Kisah Justin Motes

Justin Motes
Halo nama saya Justin, saya berasal dari negara bagian Georgia (Amerika Serikat) dan saya berumur 14 tahun. Saya menuliskan kisah ini untuk berbagi cerita tentang pertobatan saya ke Gereja Katolik, yang terjadi pada usia muda saya. Pertobatan saya merupakan pengalaman yang sungguh hebat untuk diriku sendiri, begitu juga untuk keluargaku. Kedua orang tua saya tidak pernah mengira bahwa seorangpun dari anggota keluargaku akan menjadi seorang Katolik.


Saya mengadiri kebaktian pertama saya ketika berumur enam tahun di gereja Baptis setempat. Nenek saya yang akan membawa saya ke kebaktian dan saya selalu duduk bersamanya. Saya mencintai sekolah Minggu dan menikmati khotbahnya. Hal yang menakjubkan untuk seorang anak berumur enam tahun untuk memperhatikan dan mengambil pelajaran dari khotbah yang “kuno dan membosankan” seperti anak-anak lain dan para remaja katakan. Apakah saya berpikir ini adalah batu loncatan kepada pertobatan saya? Tidak.

Saat saya melanjutkan kehidupan menggereja saya, saya semakin jarang mengikutinya dan semakin jarang lagi. Ketika usia saya bertambah, saya mengesampingkan Tuhan, akan tetapi saya selalu teringat pelajaran sekolah Minggu dan khotbah-khotbahnya. Saya masih mengingat dengan jelas ketika saya bermain sebuah permainan dengan sepupu-sepupu saya dan mereka akan mengatakan suatu kebohongan. Saya akan berkata, “Tuhan tidak menyukai kebohongan.” Apakah saya menggunakannya sebagai sebuah cara untuk membuat mereka memberitahukan yang sebenarnya? Ya. Apakah saya tahu bahwa hal itu memiliki arti teologis yang mendalam dari pemikiran saya? Tidak, tidak sama sekali.

Sekitar ulang tahun saya yang ke-11, saya merasa sedikit bersalah karena tidak pergi ke gereja. Sehingga, saya mulai ke gereja sebulan sekali, kadang-kadang dua kali. Walaupun saya seringkali mengenyahkan perasaan itu daripada tidak sama sekali, namun saya tetap merasa sangat bersalah. Dari perasaan ingin dibanggakan yang terdalam, saya mulai pergi ke gereja setiap Minggu dan memamerkannya di sekolah, seolah-olah saya ini lebih baik daripada orang lain. Walaupun demikian, Kristus mulai semakin membentuk jiwaku, meskipun penampilan luar saya yang berupa rasa pamer.

Sekarang inilah bagian yang menarik: pada usia saya yang ke-12, waktu itu saya di sekolah menengah, entah bagaimana saya terlibat dalam Yudaisme (agama Yahudi). Mungkin karena saat itu saya berminat mempelajari agama lain atau karena kebutuhan untuk memuaskan dahaga saya akan pengetahuan, atau mungkin saja merupakan langkah pertama dari pertobatan saya. Yudaisme benar-benar membuat saya terjebak. Saya merasakan adanya kaitan satu sama lain antara tradisi dan iman, tetapi ada sesuatu yang hilang, dan saya tahu persis apa itu: Yesus.

Melalui pencarian dan doa, saya menemukan satu iman, yang memenuhi kebutuhan pribadi saya yaitu Gereja Katolik. Mungkin ini adalah jalan Tuhan yang mengarahkan saya kepada Iman? Iman Katolik beresonansi (membentuk suatu keharmonisan) dengan saya, ternyata semua ada di situ: Tradisi, Iman, Yesus dan yang penting Kebenaran itu sendiri. Eklesiologi (ilmu tentang Gereja) dan penjelasan doktrin Katolik oleh para apologis Katolik benar-benar mengarahkanku pada Iman. Saya terpikat.

Walaupun demikian pertobatan saya tidak semudah itu, khususnya sejak saya belajar untuk studi saya di sekolah, menjalin kehidupan sosial, dan mempelajari ajaran Katolik, beberapa hal yang mudah seperti doktrin api penyucian. Nenek dan ibu saya yang menganut ajaran gereja Baptist, keduanya pecaya bahwa setelah kematian terdapat penderitaan penyucian, dan mereka mengajarkan hal itu kepada saya, sehingga saya sudah mempercayainya sebelum saya mengikuti kelas untuk menjadi Katolik. Sedangkan, hal lain berdatangan sedikit lebih sulit untuk dipercaya dibandingkan hal yang lainnya. Saya yakin hal yang paling sulit saya terima yaitu penghormatan kepada Maria dan memohon perantaraannya. Sebagai seorang Baptis, saya diajarkan dengan sangat tegas bahwa tak satupun kecuali Tuhan yang dapat mendengarkan doa-doa anda dan hanya ada satu Perantara antara Tuhan dan manusia, yaitu Yesus. Hal yang mengejutkan saya, bahwa hal itu tidak jauh berbeda dengan apa yang orang Katolik percayai. Setelah saya mendengarkan beberapa kaset oleh apologis Katolik seperti Scott Hahn, saya mengerti doktrin tersebut, dimana saya dapat menerima doktin tersebut dengan lebih murah hati.

Dengan ijin dari ibu saya, saya menghadiri Misa pertama saya pada hari Selasa sebelum Minggu Palma dan menjadi kejutan besar untuk saya! Pikiran yang terlintas di benak saya adalah, siapa wanita bersama malaikat dan sesuatu seperti “kaktus” disekelilingnya (Maria)? Kotak apa disana (Tabernakel)? Mengapa ada podium di sebelah samping? Mengapa orang-orang menandai diri mereka sendiri dengan air dan berlutut ketika memasuki bangku? Ada banyak pertanyaan yang dapat saya tuliskan, tapi ini hanya beberapa saja. Ketika saya memperkenalkan diri, Imam sangat baik kepada saya sebagai pendatang baru.

Untuk 12 bulan selanjutnya, saya terlibat pencarian yang terus menerus, devosi, dan kadang-kadang beberapa perdebatan-perdebatan sengit. Pada 7 April 2012, saya diterima di Gereja Katolik dan menerima Ekaristi Kudus untuk pertama kalinya. Saat itu menjadi saat terpenting dalam hidup saya setelah sekian lama. Melalui seluruh perjalanan ini, ibu dan ayah saya mendukung saya, dan saya tahu bahwa Yesus ada di sebelah saya, memimpin saya melalui kesulitan dan masalah.

Terima kasih Yesus.
Nama saya Justin Motes, saya tinggal di Georgia, Amerika Serikat. Saya berumur 14 tahun. Saya menyukai mempelajari agama, bermain piano, dan bergaul dengan teman-teman saya. Saya ingat untuk memilki waktu untuk berdoa dan berdevosi setiap hari, dan yang lebih penting, saya seorang Katolik oleh karena kasih karunia Tuhan.


Catatan tambahan dari penerjemah:
Syukur kepada Allah atas kesaksian dari saudara kita, Justin Motes. Semoga kesaksian ke pangkuan Gereja Katolik ini semakin menguatkan iman kita semua, baik yang muda maupun yang sudah tua. Sehingga tidak ada kata terlambat untuk pulang.
Semoga saudara kita ini senantiasa dibimbing oleh Allah Tritunggal Mahakudus dalam perjalanan hidupnya yang masih panjang. Semoga imannya bertambah kuat dan berbuah dalam karya nyata.
Judul Asli: My Conversion to the Catholic Church – Justin Motes (diakses tanggal 5 Februari 2013), diterjemahkan oleh Arief Prilyandi.


Pax et Bonum
follow Indonesian Papist's Twitter