Senin, 16 Desember 2013

Info Post

Melihat ke kondisi Irlandia masa sekarang, jelas sekali terlihat bahwa telah terjadi pengikisan iman Katolik yang sangat hebat di antara orang-orang Katolik di Irlandia yang disebabkan oleh banyak faktor. Namun, orang-orang Irlandia masa lampau - saat mereka berada di bawah hukum Inggris – memiliki iman yang begitu mengagumkan bahkan rela mati demi Misa Kudus.


Batu Misa Kudus di Kota Cork, Irlandia
Plakat Memorial di Batu Misa Kudus dalam Bahasa Irlandia dan Inggris. Dalam Bahasa Indonesia "Misa dirayakan di sini pada masa Penal."
Hukum Pidana (Penal Laws) di Irlandia ditetapkan pada tahun 1691 oleh Penguasa Inggris di Irlandia dengan tujuan utama memaksa sebanyak mungkin Orang Katolik Irlandia, khususnya kalangan kelas atas dan tuan tanah, masuk ke dalam agama Anglikan. Tujuan lainnya adalah menghilangkan hak-hak politik, pendidikan, pekerjaan, kepemilikan tanah dan lain-lain dari orang-orang Katolik Irlandia yang masih setia pada imannya. Tahun-tahun antara 1691 hingga 1793 dapat dianggap sebagai era Penal Laws meskipun sejak tahun 1778 Penal Laws mulai diringankan.
Dalam Penal Laws ini, Orang-orang Katolik di Irlandia dilarang untuk:
1. Menjalankan ajaran agamanya.
2. Menerima pendidikan atau menjalankan keprofesian selain profesi-profesi medis.
3. Memegang jabatan publik atau terlibat dalam perdagangan.
4. Tinggal di kota besar atau dalam radius 5 mil dari sana.
5. Memiliki seekor kuda yang harganya lebih besar dari 5 pound.
6. Membeli atau menyewakan tanah, atau menerima penggadaian tanah.
7. Mengikuti Perayaan Ekaristi dan ibadat-ibadat Katolik lainnya, tetapi mereka dipaksa untuk mengikuti ibadat-ibadat Anglikan.
8. Mengirim anak-anak belajar kepada guru-guru Katolik atau memperkerjakan guru-guru Katolik untuk mengajar anak-anak. Anak tidak dapat dikirim ke luar negeri untuk menerima pendidikan.
9. Bergabung ke dalam tentara dan memiliki hak suara politik.

Misa saat Masa Penal Days di Carlow, Irlandia
Di atas hanya sebagian dari begitu banyak larangan terhadap umat Katolik Irlandia. Di samping itu juga, semua uskup, imam dan diakon Katolik diperintahkan untuk meninggalkan Irlandia dalam hari yang telah ditentukan. Jika setelah hari yang ditentukan, mereka masih ditemukan di Irlandia, mereka pertama-tama akan dipenjara lalu diasingkan. Bila mereka memaksakan diri kembali dari pengasingan, mereka akan dinyatakan bersalah telah melakukan pengkhianatan tingkat tinggi dan layak untuk dihukum mati baik digantung atau dipenggal. Penal Laws tahun 1709 menawarkan hadiah 50 pound (jumlah yang besar pada saat itu) kepada siapapun yang dapat memberitahu tempat persembunyian atau membantu penangkapan para uskup, imam, dan diakon Katolik.  

Lukisan oleh Michael Burns O'Mahony menggambarkan Perayaan Misa Kudus di atas batu Misa.
Gereja-gereja Katolik pada masa Penal Laws ini sebagian ada yang dirusak dan dihancurkan dan sebagian lagi diubah fungsinya menjadi tempat ibadah Anglikan. Tanah-tanah Gereja disita oleh negara untuk dijadikan milik Anglikan.

Semua itu dilakukan untuk meruntuhkan iman Katolik orang-orang Irlandia dan memaksa mereka untuk menjadi Anglikan. Larangan yang sama pernah terjadi di Norwegia dan Swedia dan hal ini berhasil meruntuhkan iman Katolik putera-puteri Santo Olav (Norwegia) dan Santo Erik (Swedia) di mana sebagian besar dari mereka menjadi Protestan, melupakan santo-santo besar mereka ini. Tetapi, orang-orang Katolik Irlandia sangat teguh. Mereka selalu berusaha untuk bisa menghadiri Misa Kudus yang meneguhkan iman mereka, menguatkan mereka dalam penganiayaan. 

Dimanakah mereka merayakan Misa Kudus ketika Gereja-gereja Katolik disita dan dihancurkan? Ada dua tempat penting yaitu Batu Misa (Mass Rock) dan Misa Stasi (Station Mass). Umat Katolik di perkotaan umumnya merayakan Misa Stasi maksudnya adalah Misa Kudus yang dirayakan rumah-rumah tertentu pada masa penganiayaan. Selebran Misa (Uskup atau Imam) datang ke rumah yang telah ditentukan untuk tempat merayakan Misa Kudus. Karena tidaklah aman bagi para kaum tertahbis membawa busana liturgis dan peralatan Misa Kudus, maka barang-barang tersebut dibawa oleh umat setempat dan dipindahkan dari rumah ke rumah yang ditentukan untuk tempat Misa Kudus.

Lukisan Misa Kudus saat Musim Salju pada Masa Penal Days di Irlandia.
Sementara itu, bagi umat Katolik yang berada di pedesaan, mereka umumnya merayakan Misa Kudus di Batu Misa yaitu batu di daerah terpencil yang menjadi spot untuk altar saat merayakan Misa Kudus. Info tentang Misa Kudus dikabarkan dari mulut ke mulut. Selebran Misa Kudus akan datang ke Batu Misa lalu menunggu umat berdatangan. Sampai dianggap semuanya sudah hadir, Selebran Misa meminta sejumlah umat untuk berdiri di tempat tinggi mengawasi Perayaan Ekaristi dan melihat kemungkinan datangnya pasukan tentara Inggris yang memburu para kaum tertahbis Katolik. Jangan pikir bahwa mereka bisa sering-sering merayakan Misa Kudus. Seringkali mereka baru bisa mengecap Sakramen Ekaristi dalam jangka waktu yang sangat lama, itupun bila imam yang merayakan Misa Kudus masih selamat dari pengejaran.

Gambar hitam putih umat yang mengawasi kemungkinan datangnya Pasukan Inggris.
Tentu saja bahaya mengancam mereka semua. Para kaum tertahbis yang tertangkap akan dihukum mati, sementara kaum awam bisa dipenjara dan bila berulang kali tertangkap akan dihukum mati pula. Setiap Misa Kudus yang dirayakan dapat menjadi Misa terakhir bagi para kaum tertahbis dan awam. Tapi mereka tidak takut akan hal itu. Kerinduan mereka untuk merayakan Misa Kudus jauh lebih besar dari ketakutan-ketakutan tersebut. Mereka ingin menerima Tubuh Kristus dalam rupa Roti yang sudah dikonsekrasi. Mereka tidak mau menyangkal iman Katolik mereka. Mereka tetap berlutut meski di atas tanah dan bebatuan keras yang tak rata demi menyembah Yesus Kristus yang hadir dalam Sakramen Ekaristi. Sukacita dapat merayakan Misa Kudus mengalahkan ketakutan mereka. Bahkan masih banyak orang muda pada masa itu yang tetap ingin menjadi imam sekalipun resikonya sangat besar. Ada puisi yang menarik tentang Orang-orang Katolik Irlandia ini.

Para Orang Irlandia yang Berlutut (The Irish Kneelers)

Kami adalah Santo-santa
Joan dari Arc, Philomena dan Edmund Campion.
Iman dalam keseluruhannya
adalah apa yang kami menangkan.


Kami adalah Santa Margareta,
Mutiara dari York.
Di mana perut-perut iman
mereka coba untuk merobeknya.


Kami adalah Sir More,
Yaitu Thomas [More] Sang Santo,
Yang reputasinya
Tidak dapat mereka nodai.


Kami adalah yang terpanggil,
di Irlandia untuk berlutut.
Kami menyembah kehadiran-Nya.
Kehadiran-Nya [dalam Misa] bukan sekadar perasaan saja.


Kami adalah keturunan-keturunan
dari orang-orang Irlandia dan berusaha
menghentikan semua manusia
yang hendak mengubah kami menjadi kaum pagan.


Kami adalah orang miskin,
yang tidak terdidik.
Tetapi dalam iman sangat berpengetahuan.
Kaum sesat pun menghindar.


Dan ketika kami diperintahkan,
“jangan berlutut lagi!”,
karena kami tidak memegang gelar doktorat,
kami tetap berlutut dan mengabaikannya.

Misa Kudus di batu Misa di kota Newry, Irlandia. Pada masa sekarang tradisi Misa Kudus di atas batu Misa masih bertahan di Irlandia.
Sangat ironis sekali bila kita lihat pada masa sekarang banyak dari kita tidak lagi memiliki kerinduan akan Ekaristi; tidak lagi meyakini bahwa Roti yang kita terima adalah sungguh-sungguh Tubuh Kristus, sungguh Kristus; kita tidak lagi memberikan penghormatan dan penyembahan yang pantas dan benar kepada-Nya dalam Misa Kudus; kita merasa bahwa Misa Kudus membosankan. Sangat ironis sekali juga bila kita melihat bahwa masih banyak dari kita senang “jajan gereja”, beribadah di luar Misa Kudus bahkan malah ada yang lebih menginginkan kebaktian non-Katolik daripada menerima Tubuh Kristus dalam Perayaan Ekaristi Gereja Katolik. Bila dulu orang-orang Katolik ini rela mati demi Roti Ekaristi, tidak ingin beribadah di kebaktian Anglikan, mengapa kita sekarang malah mengkhianati-Nya dengan justru datang ke kebaktian non-Katolik lainnya?

Seharusnya banyak dari kita, saya dan anda umat Katolik di Indonesia merasa malu dengan begitu besarnya iman orang-orang Katolik Irlandia ini. Di tengah kondisi yang lebih baik daripada kondisi orang-orang ini, kita malah tidak bersyukur, kita malah tidak bisa memberikan penghormatan dan penyembahan yang pantas dan benar kepada-Nya, kita malah melecehkan-Nya dalam Misa Kudus dengan ego-ego kita, kita malah menduakan-Nya dengan hadir dalam Misa Kudus tapi berpartisipasi juga dalam kebaktian non-Katolik.

Paus Pius XI mengingatkan saat pembukaan Kongres Ekaristi di Dublin, Irlandia, tahun 1932. “Kita tidak boleh pernah melupakan Batu-batu Misa.” Demikian pula kita umat Katolik Indonesia jangan melupakan Batu-batu Misa Orang Katolik Irlandia karena Batu-batu Misa ini menjadi peneguh kita supaya semakin mencintai Misa Kudus, supaya semakin mengimani Roti Ekaristi yaitu Yesus Kristus sendiri, supaya tidak tergoda oleh dorongan selera pribadi untuk “jajan” ke kebaktian lain, supaya kita dikuduskan dan diselamatkan.

pax et bonum

Referensi: