Langsung ke konten utama

Apakah Natal itu Hasil Adopsi dari Perayaan Pagan Romawi?


Bila kita melihat artikel dari blog ini sebelumnya yang berjudul “Asal Usul Perayaan Natal”, maka kita akan melihat fakta menarik bahwa tanggal 25 Desember adalah hasil dari usaha-usaha Para Bapa Gereja berdasarkan perhitungan kalender dan studi sejarah untuk mencari tahu mengenai tanggal kelahiran Tuhan kita Yesus Kristus yang sama sekali tidak ada hubungannya dengan perayaan pagan non-Katolik. Tetapi, banyak umat Kristen dan non-Kristen menganggap bahwa perayaan kelahiran Yesus Kristus pada tanggal 25 Desember adalah sebuah bentuk adopsi terhadap perayaan pagan kekaisaran romawi. Bahkan sejumlah umat non-Kristen menuduh Kaisar Konstantinus Agung menetapkan pada Konsili Nicea 325 M supaya Natal dirayakan pada tanggal 25 Desember sebagai bentuk adopsi terhadap perayaan pagan ke dalam Kekristenan. Mitos ini begitu terpatri kuat dalam benak banyak orang bahkan banyak umat Katolik sendiri terpengaruh dengan hal ini.

Pertama-tama, dokumen Konsili Nicea I pada tahun 325 M sama sekali tidak berisi apapun mengenai Perayaan Natal. Silahkan cek isi Konsili Nicea I di artikel ini. Entah dari mana datangnya tuduhan bahwa Kaisar Konstantinus adalah orang yang menetapkan Natal. Terlihat sekali ada usaha untuk mendiskreditkan Katolik dengan menuduh demikian.

Kedua, Natal bukanlah sebuah perayaan yang diadopsi dari perayaan pagan Kekaisaran Romawi. Penjelasan mengenai hal ini cukup panjang.

Puritans against Christmas
A colonial Puritan governor stops the merrymaking of Christmas festivities (1883)

Pendapat bahwa Natal diadopsi dari perayaan pagan muncul pada abad ke-17 dari kalangan Protestan aliran Puritan di Inggris dan Presbiterian di Skotlandia. Kedua denominasi Protestan ini sangat membenci banyak hal-hal berbau Katolik atau yang memiliki asal-usul dari Gereja Katolik. Kemudian, seorang pendeta Protestan berkebangsaan Jerman bernama Paul Ernst Jablonski mendukung pernyataan dua denominasi di atas dengan mengatakan bahwa perayaan Natal adalah perayaan pagan romawi yang mengkorupsi dan memaganisasi Kekristenan yang murni.

Klaim-klaim yang dipaparkan adalah bahwa Natal diadopsi dari dua perayaan pagan, Perayaan Saturnalia untuk menyembah Dewa Saturnus dan Dies Natalis Solis Invicti (Birth of Unconquered Sun / Kelahiran Matahari tak tertaklukkan).

Banyak mitos beredar bahwa Saturnalia dirayakan pada tanggal 25 Desember sehingga orang-orang menganggap Natal diadopsi dari perayaan Saturnalia ini karena tanggalnya sama. Tetapi tidak seperti itu faktanya.

Perayaan Saturnalia adalah perayaan romawi kuno untuk penyembahan terhadap Dewa Saturnus. Pada permulaan bulan Desember, para petani sudah harus menyelesaikan segala aktivitas pertanian musim gugurnya (De Re Rustica, III.14) dan kemudian dilanjutkan dengan penyembahan terhadap Saturnus dengan sebuah perayaan bernama Saturnalia. Saturnalia resminya dirayakan pada tanggal 17 Desember hingga 23 Desember. Kaisar Augustus menguranginya menjadi tiga hari sehingga instansi-instansi sipil tidak perlu tutup lebih lama dari seharusnya, dan Kaisar Kaligula menambahkannya menjadi lima (Suetonius, XVII; Cassius Dio, LIX. 6). Terakhir, Kaisar Klaudis mengembalikan perayaan ini seperti semula. (Dio, LX.25). Jadi, mengapa dikatakan Natal diadopsi dari Saturnalia? Tidak ada tanggal 25 Desember pada Perayaan Saturnalia ini.

Kaisar Aurelianus
Perayaan Dies Natalis Solis Invicti ini adalah perayaan pagan romawi yang paling sering dijadikan dasar tuduhan bahwa Natal diadopsi dari perayaan Dies Natalis Solis  Invicti. Tuduhan ini sama sekali tidak memiliki substansi sejarah mengingat Natal telah dirayakan secara sederhana di katakombe-katakombe sejak abad-abad awal. [Daniel Rops, Prières des Premiers Chrétiens, Paris: Fayard, 1952, pp. 125-127, 228-229]. Fakta berbicara sebaliknya dari mitos ini. Perayaan Dies Natalis Solis Invicti ini justru adalah perayaan pagan yang ditetapkan untuk menandingi perayaan Natal Gereja Perdana (Gereja Katolik).

Kaisar Aurelianus yang memerintah dari tahun 270 M hingga tahun 275 M sangat membenci Kekristenan. Dia menetapkan Dies Natalis Solis Invicti pada tanggal 25 Desember 274 sebagai alat untuk mempersatukan kultus-kultus pemujaan pagan di sekitar Kekaisaran Romawi untuk merayakan “kelahiran kembali” matahari. Aurelianus memimpin sebuah kekaisaran yang nyaris runtuh akibat perpecahan internal, pemberontakan-pemberontakan, krisis ekonomi, dan serangan-serangan dari suku bangsa German di utara dan Kerajaan Persia di timur.

Dalam menetapkan perayaan baru ini, Aurelianus berharap “kelahiran kembali” matahari menjadi simbol harapan bagi “kelahiran kembali” Kekaisaran Romawi dengan merayakan penyembahan terhadap dewa yang menurut mereka telah membawa kekaisaran Romawi ke dalam kebesaran dan kejayaan di dunia.

Penetapan perayaan pagan pada tanggal 25 Desember 274 ini oleh Aurelianus bukan hanya sekadar manuver politik saja tetapi juga sebuah usaha untuk memberikan signifikansi pagan terhadap tanggal 25 Desember yang merupakan salah satu tanggal penting Gereja Perdana (Gereja Perdana=Gereja Katolik). Perkembangan Gereja Katolik yang pesat sejak kelahirannya pada tahun 33 M saat Pentakosta semakin hari semakin memberi dampak dan pengaruh yang besar terhadap Kekaisaran Romawi. Hal ini menurut Aurelianus dan beberapa Kaisar Romawi lainnya perlu dihilangkan. Penetapan Dies Natalis Solis Invicti ini dapat kita katakan sebagai salah satu usaha Aurelianus untuk menandingi perayaan Natal Gereja Katolik yang merayakan kelahiran Sang Terang Abadi dan Tak Tertaklukan, Yesus Kristus.

Terlepas dari pasti atau tidak pastinya tanggal 25 Desember sebagai tanggal asli kelahiran Kristus, Natal tetaplah merupakan Hari Raya yang ditetapkan Gereja Katolik untuk merayakan kelahiran Kristus berdasarkan usaha-usaha Para Bapa Gereja untuk menemukan tanggal historis kelahiran Yesus Kristus. Natal sama sekali bukan perayaan pagan yang diadopsi ke dalam Kekristenan tetapi sebuah perayaan yang berasal dari dalam Gereja Katolik sendiri. Pernyataan bahwa Natal adalah perayaan pagan yang diadopsi oleh Gereja Katolik adalah pernyataan yang sama sekali merupakan sebuah mitos.


Referensi: 
1. Christmas Was Never a Pagan Holiday by Marian T. Horvath, Ph. D. 
2. Calculating Christmas by William J. Tighe (Professor Sejarah dari Muhlenberg  College di Allentown, Pennsylvania), diterbitkan di majalah Touchstone December 2003
3. Newsletter of Pope John Paul II Society of Evangelists December 2007

Pax et Bonum

Renungan Hari Ini

Postingan Populer

Doa-doa Dasar dalam Bahasa Latin

Bahasa Latin telah lama menjadi bahasa resmi Gereja Katolik. Berbagai dokumen resmi Gereja ditulis dalam bahasa Latin lalu diterjemahkan ke bahasa lainnya. Bahasa Latin berfungsi sebagai ikatan untuk ibadah/ penyembahan Katolik, menyatukan orang-orang dari setiap bangsa dalam perayaan Liturgi Suci, yang memungkinkan mereka untuk menyanyi dan merespon dalam ibadah umum.[1] Pada zaman kuno, Latin adalah bahasa umum hukum dan bisnis, seperti bahasa Inggris yang digunakan masa kini. Pada abad ke-5, karena Kekaisaran Romawi runtuh, Gereja muncul sebagai kekuatan budaya penyeimbang, mempertahankan penggunaan bahasa Latin sebagai sarana untuk persatuan. Bahasa Latin, sebagai bahasa mati di masa kini, bukanlah milik suatu negara. Karena Gereja adalah untuk “semua bangsa, suku dan bangsa,” (Wahyu 11:09) maka sangatlah tepat bahwa Gereja menggunakan bahasa Latin sebagai bahasa resminya. [2] Signum Crucis / Tanda Salib In nómine Pátris et Fílii et Spíritus Sáncti. ...

Kata "KATOLIK" Ada Dalam Kitab Suci

Bapa Gereja awal yang pertama kali menggunakan istilah GEREJA KATOLIK adalah St. Ignatius dari Antiokia. Beliau menurut tradisi Kristen adalah murid St. Yohanes Rasul dan beliau juga seorang anak yang pernah dipangku oleh Tuhan Yesus dalam Markus 9:36. Santo Ignasius dari Antiokia Kutipan dari tulisan St. Ignatius dari Antiokia kepada Jemaat di Smirna: Wherever the bishop appears, let the people be there; just as wherever Jesus Christ is, there is the Catholic Church " (Letter to the Smyrneans 8:2 [A.D. 110]). "Di mana ada uskup, hendaknya umat hadir di situ, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, Gereja Katolik hadir di situ." Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa sebelum masa St. Ignatius , istilah "Gereja Katolik" telah digunakan sebagai nama Gereja yang didirikan oleh Tuhan Yesus di ayat berikut. Mat 16:18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan GEREJA -Ku da...

“Kelompok Kategorial” Menurut Kitab Hukum Kanonik Gereja Katolik

Sulit untuk menemukan istilah “Kelompok Kategorial” atau “Kelompok Kategorial Katolik” dalam dokumen-dokumen resmi Gereja Universal. Tampaknya istilah ini (dan juga istilah kelompok kategorial) hanya umum berlaku di Indonesia, diperkenalkan dalam rangka melaksanakan reksa pastoral Gereja Indonesia.     Di samping itu, terdapat pula perbedaan definisi mengenai “Kelompok Kategorial Katolik” ini dalam berbagai paroki. Dalam artikel ini akan diangkat beberapa contoh.