Selasa, 01 November 2011

Info Post

“Janganlah kita melupakan mereka yang telah meninggal dalam doa kita. Janganlah kita melupakan Para Bapa Bangsa, Para Nabi, Para Rasul, dan Para Martir yang membawa permohonan-permohonan kita kepada Allah; janganlah kita melupakan Para Bapa Suci dan Para Uskup yang telah meninggal juga semua orang yang paling dekat dengan kita yang membawa permohonan-permohonan kita kepada Allah.” (St. Cyril of Jerusalem (ca. 350) Catechetical Lectures, 23 [Mystagogic 5], 90)
Kita sebagai Katolik menghormati Para Orang Kudus, tetapi kita umat Katolik tidak menyembah Para Kudus tersebut. Hanya Allah yang layak disembah (Mat 4:10; Luk 4:8; Kis 10:26). Jika kita boleh menghormati ayah dan ibu kita (Kel 20:12), mengapa kita tidak boleh menghormati Para Kudus? Petrus, Yakobus, dan Yohanes menyembah Yesus sambil menghormati Elia dan Musa dalam peristiwa Transfigurasi (Mrk 9:4). Yosua jatuh bersujud di hadapan seorang malaikat (Yos 5:14), Daniel jatuh bersujud di  hadapan Malaikat Gabriel (Dan 8:17), Tobias dan Tobit jatuh ke tanah di hadapan Malaikat Rafael (Tob 12:16). Jika orang-orang besar ini boleh menghormati Para Malaikat dan Orang Kudus, mengapa kita tidak boleh?


Kita umat Katolik mengakui bahwa hanya ada satu Pengantara, Yesus Kristus (1 Tim 2:5). Kita mengakui bahwa Kristus adalah satu-satunya Pengantara, tetapi Ia telah mengaruniai kita dan Para Kudus dengan kemampuan untuk terikat satu sama lain dalam satu kepengantaraan tersebut.

Seperti Paulus katakan: “Jadilah pengikutku sama seperti aku juga jadi pengikut Kristus” (1 Kor 11:1; juga 1 Tes. 1:6-7; 2 Tes. 3:7). Dengan kata lain, lakukan apa yang saya lakukan seperti saya melakukan apa yang Kristus lakukan. Bukankah ini berarti melayani dalam Pengantaraan Kristus? Demikian juga, 1 Tes 1:5-8 mengingatkan kita bahwa kita harus menjadi teladan bagi orang beriman dan Ibrani 13:7 mengingatkan kita supaya mengingat para pemimpin kita dan supaya kita mengingat dan mencontoh iman dan kehidupan mereka. Dengan menjadi seorang Kristiani dan dengan menjadi seorang teladan dari Kristus, seseorang berbagi dalam kepengantaraan Kristus. Paulus juga mengingatkan kita bahwa kita menggenapkan apa yang kurang pada penderitaan Kristus untuk Tubuh-Nya, yaitu Gereja (Kol 1:24). Jika demikian, maka menjadi seorang Kristiani berarti bahwa kita, oleh karena kodrat kita, berbagi dalam satu kepengantaraan Kristus.

Kodrat sesungguhnya dalam menjadi seorang Kristiani adalah untuk menjadi seorang pengantara / mediator karena kita adalah gambar dan rupa Kristus, yang mana hal ini berarti kita harus bertumbuh dalam kekudusan, berbagi dalam penderitaan Kristus. Dan dengan berbagi dalam penderitaan-Nya berarti bahwa seseorang berbagi dalam pengorbanan Yesus dalam Salib kepada Allah Bapa. Seperti Kristus yang menderita pada kayu salib untuk keselamatan kita, kita merupakan orang-orang yang berperan dalam karya penebusan Kristus oleh karena penderitaan kita sebagai seorang Kristiani dan oleh karena kita adalah gambar dan rupa Kristus. Kehidupan orang beriman adalah pengorbanan yang hidup bagi Allah.

Kitab Suci menunjukkan bahwa Para Kudus adalah yang pertama dan terutama berada di Surga bersama Kristus sebelum kebangkitan badan pada akhir zaman nanti (2 Makabe 15:11-16; Markus 12:26-27; Luk 23:43; 2 Kor 5:1, 6-9; Fil 1:23-25; Wahyu 4:4, 6:9, 7:9; 14:1, 19:1,4-6). Allah adalah Allah orang hidup bukan Allah orang mati (Mrk 12:26-27). Penyamun di kayu salib yang memandang Yesus, bertobat dan diberitahu Yesus bahwa ia akan berada di Firdaus bersama dengan Kristus pada hari itu. (Luk 23:43). Dalam Ibrani 12:1, kita diingatkan bahwa kita dikelilingi oleh awan saksi-saksi surgawi. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru mengingatkan kita bahwa Para Martir berada dalam tangan Allah (Wahyu 6:9-11; 20:4 ; Kebijaksanaan Salomo 3:1-6). Kitab Didache yang memuat pengajaran Para Rasul menegaskan: “Tuhan akan datang dan seluruh orang kudus-Nya bersama Dia.”

Kitab Suci menunjuk pada fakta bahwa umat beriman di bumi berada dalam persekutuan dengan Para Kudus di surga (1 Kor 12:26; Ibr 12:22-24), dan bahwa mereka membantu kita melalui doa-doa syafaat mereka (Luk 16:9, 1 Cor 12:20; Why 5:8). Sebagai contoh, Kitab Suci menunjukkan bahwa “Dalam hidupnya (Elisa) memperlihatkan mujizat-mujizar dan setelah kematiannya, perbuatan-perbuatan  yang mengagumkan” (Sir 48:14). Bahkan setelah kematiannya, Elisa menjadi perantara bagi kita dan membawakan kita hal-hal “yang mengagumkan”. Dalam Tobit 12:12, kita melihat bagaimana seorang Malaikat mempersembahkan doa-doa dari dua orang manusia kepada Allah.

Betapa sedih bagi saya sebagai seorang Imam Katolik ketika mendengar kalimat “sampai kita bertemu kembali” dari orang-orang atau denominasi-denominasi Protestan lain ketika ada anggota keluarga mereka yang meninggal. Bagi umat Katolik, hubungan kita tidak pernah berakhir. Persekutuan yang kita bagi dengan orang lain di bumi (1 Kor 12:24-27) adalah sesuatu yang berlanjut di dalam Api Penyucian dan Surga. Bentuk hubungan kita memang berubah, tetapi hubungan tersebut berlanjut ke dalam keabadian. Betapa membahagiakan mengetahui bahwa kita dapat membantu orang-orang melalui doa-doa kita ketika mereka sedang dimurnikan dalam Api Penyucian (2 Mak 12:45). Betapa membahagiakan mengetahui bahwa dari surga, mereka sedang menjadi pendoa dan perantara bagi kita dalam kehadiran Allah. (bdk Why 5:8; 1 Kor 12:20; Ibr 12:22)

Saya memikirkan ayah saya yang meninggal 20 tahun lalu. Seperti dia yang mencintai saya, merawat saya dan berdoa bagi saya dalam perjalanan duniawinya, apa yang kamu pikirkan yang sedang ia lakukan di surga? Dia sedang mencintai saya, sedang merawat saya dan sedang berdoa bagi saya. Tetapi sekarang doa-doanya lebih berdaya guna, karena doa-doa tersebut adalah doa-doa dari seorang manusia yang telah dimurnikan dan disempurnakan. Doa-doa tersebut adalah doa-doa yang sungguh terbaik dari ayah saya. Jadi ketika saya sedang mengalami hari yang sulit, saya dapat berdoa kepada ayah saya dan berkata, “Hei Ayah, daraskanlah sedikit doa kepada Allah bagiku.” dan ia akan melakukannya. Atau saya dapat berkata ketika saya sedang mengalami hari yang menyenangkan, “Hei Ayah, katakanlah sedikit ucapan terimakasih kepada Allah bagiku.” dan ia akan melakukannya. Dalam banyak cara, ayah saya lebih dekat dengan saya sekarang dari pada sebelumnya. Betapa karunia yang begitu mulia!

Marilah kita jangan pernah menjadi takut untuk meminta perantaraan Para Kudus di surga, karena mereka adalah karunia yang telah Allah percayakan kepada dunia. Berapa banyak tumor dan kanker yang menghilang melalui perantara Para Kudus? Berapa banyak penyakit telah disembuhkan melalui perantara Para Kudus? Sejarah menunjukkan perantara yang menakjubkan dari Para Kudus dan persekutuan mereka dengan kita.

Saya menganjurkan anda sekalian untuk memeriksa peristiwa-peristiwa sejarah mengenai Para Kudus yang dikanonisasi dan proses kanonisasi itu sendiri. Saya juga menganjurkan untuk memeriksa peristiwa-peristiwa mengenai penampakan Bunda Maria khususnya Lourdes dan Fatima. Allah kita bukanlah Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup. (Mat 22:32; Mrk 12:27)

Kristus adalah Satu-satunya Pengantara yang benar, tetapi kita dan Para Kudus yang berada dalam persekutuan dengan kita telah dikaruniai untuk berbagi dalam satu kepengantaraan tersebut.

Lebih jauh lagi, kita tidak boleh pernah melupakan Orang Kudus terbesar dari semuanya, St. Perawan Maria. Pada pesta perkawinan di Kana, adalah St. Maria yang menyampaikan permintaan dari pasangan mempelai supaya mereka memiliki lebih banyak anggur. Yesus melakukan mujizat pertamanya, mengubah air menjadi anggur, untuk ibu-Nya. (Yoh 2:1-11)

Semoga kita tetap berada dalam persekutuan dengan Allah dan semua Para Kudus-Nya, karena mencintai dan menghormati Para Kudus adalah berarti menghormati Allah (bdk Gal 1:24) karena Para Kudus adalah keindahan dari ciptaan dan kehendak-Nya.

Persekutuan Para Kudus adalah tanda dari realitas Tritunggal Mahakudus. Semua manusia menggemakan gambar Tritunggal Mahakudus. Karena Tritunggal Mahakudus adalah persekutuan Pribadi-pribadi Ilahi, sebuah persekutuan Cinta Kasih (Kej 1:26), maka sangat masuk akal bahwa apa yang Ia ciptakan dalam gambar dan rupa-Nya akan terikat satu sama lain dalam sebuah persekutuan Cinta Kasih yang sama.

Para Kudus dan Para Malaikat, karena persatuan mereka dengan Allah, layak mendapat penghormatan karena mereka mencerminkan Pencipta mereka. Seperti 1 Yoh 3:2 jelaskan, “kita akan menjadi sama seperti Dia,  sebab kita akan melihat Dia dalam keadaan-Nya yang sebenarnya.” Jika demikian, maka Para Kudus layak untuk dihargai dan dihormati.

sumber: diterjemahkan dari Ecce Fides (hlm. 76-77) karya Father John J. Pasquini

Pax et Bonum