Sulit untuk
menemukan istilah “Kelompok Kategorial” atau “Kelompok Kategorial Katolik”
dalam dokumen-dokumen resmi Gereja Universal. Tampaknya istilah ini (dan juga
istilah kelompok kategorial) hanya umum berlaku di Indonesia, diperkenalkan
dalam rangka melaksanakan reksa pastoral Gereja Indonesia. Di
samping itu, terdapat pula perbedaan definisi mengenai “Kelompok Kategorial
Katolik” ini dalam berbagai paroki. Dalam artikel ini akan diangkat beberapa
contoh.
Paroki St.
Stephanus Cilacap (Jawa Tengah) mendefinisikannya sebagai berikut:
“Kelompok kategorial adalah paguyuban umat beriman
yang bersekutu berdasarkan usia, profesi, minat, devosi, dan bukan merupakan
ormas. Kelompok kategorial yang ada di Paroki St. Stephanus Cilacap adalah
sebagai berikut: Persekutuan Doa Karismatik, Legio Maria, Pendampingan Iman
Anak (PIA), Orang Muda Katolik (OMK), Putra-putri altar (PPA), Santa Monika,
Komunitas Peduli Lansia, Komunitas Tritunggal Mahakudus (KTM), Anthiokia, Choice,
Kelompok Meditasi Kristiani, Kelompok Karyawan Muda Katolik (KKMK), Paguyuban
Para Guru Katolik, kelompok ME, Ikatan Keluarga Karyawan Pertamina, dan
Kelompok ibu-ibu katolik(WK).”
Sedangkan Paroki
St. Kristoforus Grogol (DKI Jakarta) mendefinisikannya sebagai berikut:
“Kelompok Kategorial adalah wadah-wadah yang
masing-masing dibentuk oleh sekelompok orang dengan visi dan misi yang
mendukung dinamika reksa pastoral Paroki dan menjadi suatu wadah yang terbuka
(inklusif) dan berperan-serta dalam kegiatan Paroki. ... Kelompok Kategorial
yang dimaksud didalam Paroki yang ada sekarang adalah : Marriage Encounter
(ME), Mudika Paroki, Legio Maria, Persekutuan Doa Karismatik Katolik (PDKK)
Muda-Mudi St. Stefanus, Persekutuan Doa Karismatik Katolik (PDKK) Umum St.
Kristoforus, Antiokhia, Gerakan Imam Maria (GIM), Paguyuban Wredatama Kardinal
Yustinus Darmoyuwono, Wakawuri Katolik Santa Monika, Wanita Katolik Republik
Indonesia (WKRI), Kelompok Karyawan Muda Katolik (KKMK), dan Kelompok Meditasi
Kristiani.”
Lain dari kedua
paroki di atas, Paroki St. Stefanus Cilandak (DKI Jakarta) memberikan pembedaan
yang menarik.
“PELAYANAN KATEGORIAL adalah Pelayanan kepada umat
awam yang berbasis pada kesamaan jenis profesi, pekerjaan atau panggilan hidup,
yang memer-lukan pendampingan pastoral untuk dapat berkembang dalam hal
penghayatan iman dan kerohanian. Termasuk didalamnya adalah kelompok kategorial
para dokter, para guru, para medis, para ahli hukum, para usahawan, dan
sebagainya.
“PELAYANAN ORGANISASI adalah Pelayanan kepada umat
yang berbasis pada kesamaan motif dan minat dalam berorganisasi, yang
memerlukan pendampingan agar dapat berkembang secara organisatoris maupun
rohani. Termasuk didalamnya adalah paguyuban-paguyuban, seperti paguyuban para
lanjut usia (lansia), para wara-kawuri, Kelompok Suara Muda (KSM), Muda-mudi
Katolik (Mudika), PMKRI, Wanita Katolik R.I., Marriage Encounter (M.E.),
Pasutri untuk Kristus (PASUKRIS), paguyuban seni karawitan, kelompok paduan
suara, putera-puteri altar, dan lain-lain.
“PELAYANAN GERAKAN ROHANI adalah Pelayanan kepada
umat yang berhimpun dalam kesamaan penghayatan rohani atau devosi, dimana
pendampingan diperlukan agar gerakan tersebut dapat berkembang selaras dengan
ajaran Gereja. Termasuk didalamnya adalah: Legio Maria, Kelompok Tritunggal
Maha Kudus, PDKK, Kelompok Bunda Maria Bunda Gereja, Kelompok Taize, dan
lain-lain.”
Dari berbagai
definisi di atas, kita bisa melihat bahwa Legio Maria digolongkan sebagai
kelompok kategorial di Paroki St. Stephanus Cilacap dan St. Kristoforus Grogol.
Tetapi, Paroki St. Stefanus Cilandak, Legio Maria tidak digolongkan sebagai
kelompok kategorial melainkan sebagai kelompok gerakan rohani.
Mari kita
lupakan dulu soal definisi dari “Kelompok Kategorial” dan beranjak ke bagaimana
aturan-aturan dalam Kitab Hukum Kanonik mengenai “kelompok kategorial” ini.
Lebih lanjut, penulis akan menggunakan istilah resmi yang tercantum dalam Kitab
Hukum Kanonik yaitu Perserikatan Kaum
Beriman Kristiani.
Dalam KHK, kita
bisa melihat bahwa Gereja Katolik menghendaki adanya “perserikatan-perserikatan yang berbeda dengan tarekat-tarekat
hidup-bakti dan serikat-serikat hidup kerasulan, dimana orang-orang beriman
kristiani baik klerikus maupun awam atau klerikus dan awam bersama-sama, dengan
upaya bersama mengusahakan pembinaan hidup yang lebih sempurna, atau untuk
memajukan ibadat publik atau ajaran kristiani, atau melaksanakan karya-karya
kerasulan lain, yakni karya evangelisasi, karya kesalehan atau amal dan untuk
menjiwai tata dunia dengan semangat kristiani.” (KHK 298§1).
Kita mengetahui
bahwa di dalam Gereja Katolik terdapat begitu banyak ordo-ordo biarawan
biarawati, serikat dan kongregasi Para Imam, dan sebagainya. Namun, Gereja
menyadari perlunya perserikatan bagi para awam pula. Hal ini tercermin dalam
Dekrit Konsili Vatikan II Apostolicam
Actuositatem mengenai Kerasulan Awam.
“Sebab perserikatan-perserikatan, yang didirikan
untuk kegiatan-kegiatan merasul secara bersama, mendukung para anggotanya dan
membina mereka untuk merasul, lagi pula dengan cermat menyiapkan serta mengatur
usaha-usaha kerasulan mereka, sehingga dari padanya boleh diharapkan
hasil-hasil yang jauh lebih melimpah, daripada bila masing-masing menjalankan
kegiatannya sendiri.”
(Apostolicam Actuositatem 18)
Dalam Kitab
Hukum Kanonik, kita bisa melihat klasifikasi tipe-tipe perserikatan yang ada
dalam Gereja Katolik. Dua yang disebutkan paling pertama merupakan bentuk
perserikatan yang paling umum dalam Gereja Katolik.
1. Perserikatan Privat, yaitu
perserikatan yang didirikan dengan perjanjian privat antar anggota yang berada
di dalamnya untuk mengejar tujuan-tujuan yang disebut dalam KHK 298§1. (bdk. KHK 299§1). Perserikatan-perserikatan
privat ini diarahkan dan dipimpin oleh kaum beriman kristiani menurut
ketentuan-ketentuan statuta di dalam perserikatan tersebut. Keterlibatan dan
pengaruh otoritas gerejawi terhadap perserikatan ini tergantung pada level
pengakuan yang dicari oleh perserikatan tersebut. Dari paling tidak terstruktur
hingga paling terstruktur, perserikatan privat dikategorikan sebagai berikut: De Facto, Diakui, Dipuji atau Dianjurkan, dan Badan Hukum.
Perserikatan
privat dengan kategori De Facto
berdiri berdasarkan persetujuan umum di antara anggotanya tetapi tidak
mendapatkan pengakuan dari otoritas Gereja. Karena perserikatan privat kategori
ini tidak mencari pengakuan dari Gereja, statuta perserikatan tidak memerlukan
penyelidikan dari otoritas gerejawi. Ketiadaan penyelidikan ini memberikan
fleksibilitas yang besar dalam mengembangkan karyanya. Namun, struktur
perserikatan yang kurang jelas dan kuat mendorong terjadinya konflik dan
perpecahan yang akan berakibat runtuhnya perserikatan. Selain itu, ketiadaan penyelidikan
oleh otoritas gerejawi juga mendorong terciptanya “persepsi kerahasiaan” di mana
apa yang telah dilakukan oleh perserikatan ini, baik yang benar maupun yang
salah, tidak dapat diketahui oleh Gereja. Oleh karena alasan ini, KHK
menyatakan bahwa “tidak satu pun
perserikatan privat kaum beriman kristiani dalam Gereja diakui, kecuali
statutanya diselidiki oleh otoritas yang berwenang.” (KHK 299§3)
Perserikatan
privat dengan kategori Diakui merupakan
perserikatan privat de facto yang
sudah mendapatkan pengakuan atas keberadaannya oleh otoritas gerejawi. Perserikatan
privat ini mengizinkan statuta perserikatan diselidiki oleh otoritas gerejawi yang
berkompeten. Dalam status Diakui
ini, dialog dan kerjasama yang lebih baik di antara para anggota perserikatan privat
dan hierarki Gereja perlu lebih diupayakan dan didorong. Perserikatan privat Diakui ini memiliki otonomi yang sama
dengan perserikatan privat De Facto.
Perserikatan
privat dengan kategori Dipuji atau
Dianjurkan namun tidak memiliki status Badan Hukum memiliki otonomi dan
fleksibilitas yang sama dengan dua kategori perserikatan privat sebelumnya.
Perbedaan utamanya adalah pada level penyelidikan oleh otoritas gerejawi yang
berkompeten. Sementara Kitab Hukum Kanonik tidak secara eksplisit menyatakan
bahwa uskup atau ordinaris lokal harus menerima statuta perserikatan sebelum
memuji dan menganjurkan perserikatan tersebut, tentu jelas bahwa tidak akan ada
uskup yang memuji dan menganjurkan perserikatan yang tidak dia setujui
keberadaannya. Bila perserikatan menghendaki pujian dan rekomendasi dari uskup,
hal ini juga berarti perserikatan harus siap menerima kritik dan saran dari
uskup tersebut.
Yang terakhir,
perserikatan privat dapat menerima status Badan
Hukum. Hal ini hanya terjadi setelah otoritas gerejawi yang berkompeten
telah menyelidiki dan menerima statuta perserikatan dan mengeluarkan dekrit
resmi yang memberikan status Badan Hukum.
(KHK 322). Meskipun perserikatan ini merupakan perserikatan privat yang paling
terstruktur, KHK 322 secara eksplisit menyebutkan bahwa penerimaan statuta oleh
otoritas gerejawi tidak dapat mengubah sifat
privat dari perserikatan tersebut. Hal ini secara jelas menunjukkan tujuan
dari Kitab Hukum Kanonik untuk melindungi otonomi perserikatan privat dan
mengizinkan umat beriman untuk diarahkan dan dipimpin oleh kaum beriman
kristiani menurut ketentuan-ketentuan statuta perserikatan tersebut (bdk. KHK 321). Dengan status ini,
perserikatan privat memiliki hak dan kewajibannya sendiri dalam hukum Gereja. Perserikatan
privat yang paling umum kita lihat di sekitar kita adalah perserikatan privat
yang sudah berstatus Badan Hukum,
seperti Legio Maria, Serikat Santo
Vinsensius, Konfraternitas St. Benediktus dan Corpus Christianum.
Sebagai
perserikatan yang otonom dari struktur resmi Gereja, semua perserikatan privat
dapat secara bebas memilih pemimpin dan pengurusnya sendiri dan bebas mengurusi
harta benda yang mereka miliki. Di samping itu, perserikatan privat bila
menginginkan seorang penasihat rohani, dapat dengan bebas memilihnya di antara
para imam yang melaksanakan pelayanan dengan legitim di keuskupan; tetapi tetap
membutuhkan peneguhan Ordinaris wilayah. (bdk.
KHK 324 dan 325)
2. Perserikatan Publik, yaitu
perserikatan yang didirikan oleh otoritas gerejawi yang berwenang yang
bertujuan menyampaikan ajaran kristiani atas
nama Gereja atau memajukan ibadat publik, atau mengejar tujuan-tujuan lain
yang menurut hakikatnya menjadi kewenangan otoritas gerejawi tersebut. (bdk. KHK 301). Dalam dekrit pendirian
perserikatan ini, otoritas gerejawi yang berkompeten harus memberikan status Badan Hukum terhadap perserikatan
publik tersebut dan memberikan sebuah misi atau pengutusan yang secara resmi
dilakukan atas nama Gereja (bdk. KHK
313). Hanya Tahta Suci, Konferensi Para Uskup dan Uskup Diosesan yang memiliki
otoritas untuk mendirikan perserikatan publik (KHK 312). Sebelum mengeluarkan
dekrit pendirian, otoritas gerejawi yang berkompeten harus telah menerima statuta
perserikatan tersebut (KHK 314).
Hanyalah
otoritas gerejawi yang berwenang berhak mendirikan perserikatan kaum beriman
kristiani yang bertujuan menyampaikan ajaran kristiani atas nama Gereja atau
memajukan ibadat publik, atau mengejar tujuan-tujuan lain, yang
penyelenggaraannya menurut hakikatnya direservasi pada otoritas gerejawi itu (KHK.
301§1). Sebagai persekutuan publik, para
anggota perserikatan bertindak dalam nama Gereja ketika memenuhi tujuan
perserikatan. Karena sifat publik-nya, otoritas yang mendirikan
perserikatan publik tersebut memiliki pengawasan langsung atas perserikatan dan
secara khusus memiliki hak untuk meneguhkan pemimpin
perserikatan publik yang terpilih, untuk mengangkat
orang yang dicalonkan sebagai pemimpin perserikatan atau menunjuk seseorang menjadi pemimpin perserikatan berdasarkan statuta
perserikatan; serta mengangkat kapelan
atau asisten gerejawi bagi perserikatan tersebut. (bdk. KHK 317§1). Otoritas
yang mendirikan perserikatan publik tersebut juga memiliki hak untuk menunjuk komisaris yang memimpin
perserikatan atas namanya untuk sementara (KHK 318§1), hak untuk memberhentikan pemimpin perserikatan karena alasan
yang adil, hak untuk mengurusi dan mengaudit harta-benda yang
dimiliki perserikatan serta sumbangan dan derma yang diterima oleh perserikatan.
(KHK 319). Contoh dari Perserikatan Publik ini adalah The Marian Catechist Apostolate dan Militia Immaculata, .
3. Perserikatan Klerikal, yaitu perserikatan-perserikatan
kaum beriman yang, berada dibawah pimpinan klerikus (kaum tertahbis), mengemban
pelaksanaan kuasa tahbisan suci dan diakui demikian oleh otoritas yang
berwenang. (KHK 302) Contohnya Franciscan
Missionaries of the Eternal Word, Work of Jesus High Priest, dan The
Servants of the Sacred Heart of Jesus, Mary, and Joseph.
4. Ordo-ordo Ketiga adalah perserikatan-perserikatan yang para
anggotanya dalam dunia mengambil bagian dalam semangat suatu tarekat religius
dan dibawah kepemimpinan lebih tinggi tarekat itu menjalani hidup kerasulan dan
mengejar kesempurnaan kristiani. Contohnya: Ordo Fransiskan Sekuler (OFS), Ordo Ketiga Karmelit (Third Order of
Carmelite), Dominikan Awam, dan Passionis
Awam.
Setiap
perserikatan-perserikatan kaum beriman kristiani, berdasarkan Kitab Hukum
Kanonik, tidak boleh menggunakan nama “Katolik” sebagai nama perserikatannya
tanpa adanya izin resmi dari otoritas gerejawi yang berkompeten (KHK 216, 300, 803§3,
808). Meskipun norma ini sering tidak diketahui dan sering tidak ditaati, norma
ini dibuat dengan maksud untuk melindungi umat beriman dari kelompok-kelompok
yang tidak menunjukkan atau mengajarkan iman yang benar, iman Katolik. Tidak
jarang ada kelompok-kelompok yang sengaja memakai nama “Katolik” sebagai
namanya lalu melakukan tindakan yang tercela dan sesat. Hal ini tentu dapat
pula menyesatkan kaum beriman. Mereka bisa terpengaruh, tersesatkan atau
memandang negatif Gereja Katolik. Oleh karena itu, setiap perserikatan kaum
beriman yang menggunakan nama “Katolik” sebagai nama perserikatannya harus
memiliki bukti izin resmi penggunaan dari otoritas gerejawi yang berkompeten.
Allah
menciptakan kita sebagai makhluk sosial. Dan karena kita adalah makhluk sosial
pula, Kristus mendirikan Gereja sebagai persekutuan atau komunitas umat Allah
yang digembalakan oleh Paus dan Para Uskup yang berada dalam persatuan dengan
Paus. Gereja Katolik, sebagai satu-satunya Gereja yang didirikan oleh Kristus
di atas St. Petrus Sang Batu Karang (Mat 16:18) menyadari pentingnya umat
beriman berpartisipasi, mengambil bagian dalam misi Gereja di dunia. Untuk melibatkan
umat beriman dalam misi Gereja, Gereja mendorong berdirinya
perserikatan-perserikatan kaum beriman di setiap wilayah gerejawi. Orang-orang
beriman kristiani hendaknya pula menggabungkan diri terutama pada
perserikatan-perserikatan yang didirikan, dipuji atau dianjurkan otoritas
gerejawi yang berwenang. Dengan demikian kita bisa melihat secara nyata Gereja
sebagai Umat Allah yang berziarah di dunia ini.
Pax et Bonum,
Severinus Klemens
Referensi:
1. Christifidelis,
the newsletter of the St. Joseph Foundation, September 8, 1997
5. KHK 1983 (diambil
dari imankatolik.or.id)
Ket:
KHK di atas dipromulgasikan tahun 1983 dengan ketentuan-ketentuan yang baru
mengenai perserikatan kaum beriman kristiani. Sementara itu, Legio Maria dan
Serikat Santo Vinsensian berdiri jauh sebelum ketentuan-ketentuan mengenai
perserikatan privat dibuat. Namun, karena penulis melihat Legio Maria dan
Serikat Santo Vinsensian memenuhi kriteria yang dimaksud dalam KHK 1983
mengenai Perserikatan Publik yang berstatus Badan Hukum, penulis menggolongkan
kedua serikat ini ke dalam kategori tersebut.