"Kamu cinta agamamu dan aku juga cinta agamaku, namun di dalam perbedaan agama itu hati kita saling mencintai. Kalau kamu cinta aku, tolong jangan memaksa aku untuk meninggalkan agamaku. Dan saya pun tidak akan memaksamu untuk ikut dengan saya. Cintaku kepada Yesus melalui Gereja Katolik adalah cinta ilahi. Agama itu adalah keyakinan personal masing-masing kepada Allah yang ia percayai. Allah kita satu, tetapi cara dan sudut pandang kita menyembah Allah dan ajaran agama kita mengenai Allah itu berbeda. Dalam Gereja Katolik, diizinkan walaupun sangat tidak dianjurkan untuk menikah beda agama atau beda gereja dengan meminta dispensasi (izin khusus) dari Uskup, tetapi pernikahannya mesti dilangsungkan di dalam Gereja Katolik."
Pernyataan ini berasal dari Pater Sihombing, OFM. Cap menanggapi seorang Katolik yang kebingungan hebat karena diajak oleh pasangannya, seorang umat HKBP (Huria Kristen Batak Protestan), untuk pindah ke HKBP. Pater menganjurkan seorang Katolik tersebut untuk menanggapi permintaan pasangannya itu dengan pernyataan di atas.
Kemudian, Pater tersebut juga berpesan demikian kepada si Katolik ini.
“Kamu harus berusaha mempertahankan imanmu. Tapi katakan kepadanya bahwa biarpun kalian menikah di Katolik bukan berarti calonmu yang HKBP itu langsung menjadi Katolik karena pernikahan itu bukan suatu kesempatan untuk mengkatolikkan orang yang bukan Katolik. Beda misalnya kalau kamu menikah di HKBP. Sebelum hari-H pernikahan kamu ‘diwajibkan’ menjadi HKBP dulu dengan suatu tata cara ibadah penerimaan resmi mereka karena untuk mereka tidak ada pernikahan beda gereja. Di Katolik hal itu tidak ada. Maka seusai pernikahan secara Katolik, pasanganmu yang HKBP itu bisa kembali menjalankan ibadahnya di HKBP, tetapi anak-anak kalian kelak harus dibabtis dan dibesarkan secara Katolik. Itu syarat yang harus disepakati bersama dan tentu dibuat secara tertulis di hadapan imam. Lihatlah betapa sebenarnya Gereja Katolik sangat moderat dan menghormati hak-hak asasi setiap orang untuk memeluk agamanya masing-masing.”
Lalu, si Katolik tadi bertanya demikian:
“Masuk akal jawabannya. Tapi bagaimana dengan dia, apakah dia mau pernikahan Katolik? Di sini aku jadi serba salah.”
Demikian tanggapan dari Sang Pater:
“Persoalannya memang di situ. Apakah dia mau mengerti jalan keluar itu atau tidak. Nah, keputusan terakhir tetap di tangan kalian berdua, terutama di tanganmu sebagai pihak yang merasa kesulitan. Dari pihak Gereja, hanya memberi bimbingan dan arahan untuk seluruh umat supaya di kemudian hari tidak timbul penyesalan yang hebat. Semoga cinta manusiawi tidak mengalahkan cinta ilahi.”
Dipublikasikan dengan izin Pater Sihombing dan page Gereja Katolik.