Jumat, 30 November 2012

Info Post


Kisah Jeffery Schwehm – Pemilik Situs Katolik Eks-Saksi Yehowa

Saya terlahir di New Orleans, Louisiana pada tahun 1967. Keluarga ayah saya adalah Katolik dan keluarga ibu saya adalah Lutheran (Lutheran Church Missouri Synod – LCMS). Ibu saya adalah pemimpin spiritual di keluarga kami. Saya bisa mengingat saya menghadiri sekolah minggu di gereja Lutheran dan saya juga ingat saya menghadiri kindergarten di gereja Lutheran di New Orleans. Ibu saya adalah seorang Lutheran yang sungguh aktif. Ia mengajar sekolah Minggu kepada anak-anak kecil dan adalah “room mother” bagi kelas kindergarten saya. Saya dapat mengingat saya diajarkan untuk mencintai Kristus dan Kitab Suci. Saya tahu bahwa saya telah dibaptis ketika saya masih bayi dan bahwa Yesus mencintai saya. Saya ingat gereja menjadi tempat yang menyenangkan untuk dihadiri dan saya secara khusus menikmati waktu dengan ibu saya dan anggota keluarga lainnya dari pihak ibu saya di gereja. Hal ini semua berubah ketika nenek saya dari pihak ibu meninggal. Saya berusia sekitar 5 tahun pada waktu itu.


Dalam satu tahun setelah kematian nenek saya, ibu saya telah berhenti mengikuti gereja Lutheran dan mulai mengikuti Balai Kerajaan Saksi-saksi Yehowa. Selama masa ini, ayah saya ingin membawa kami anak-anaknya ke Misa Katolik pada waktu tertentu di mana kami anak-anaknya semua akan segera tertidur pulas. Saya tidak tahu bahwa ibu saya tidak lagi mengikuti gereja Lutheran sehingga saya memohon kepadanya untuk kembali ke gereja Lutheran itu. Bagaimanapun juga, dengan segera seluruh keluarga saya mulai mengikuti Balai Kerajaan Saksi-saksi Yehowa dan dalam sekitar 3 tahun, ayah saya, orang tua ayah saya dan salah seorang saudari ayah saya (semuanya Katolik) meninggalkan iman Katolik dan menjadi Saksi Yehowa.

Jadi, dari masa saya berusia 5 tahun sampai 29 tahun, saya adalah seorang Saksi Yehowa. Sebagai seorang Saksi Yehowa, saya menghadiri lima kali pertemuan selama seminggu. Tidak ada layanan peribadatan. Semua pertemuan ini adalah kelas yang didesain untuk mengajarkan bagaimana membawa orang-orang beragama lain pindah menjadi Saksi Yehowa. Saya sungguh mengerjakan hal itu dengan baik. Saya mulai pergi dari pintu ke pintu mendistribusikan literatur Watchtower ketika saya masih berusia 6 tahun. Saya memberikan khotbah pertama saya di depan jemaat pada usia 8 tahun. Pada saat saya berusia 19 tahun, saya memberikan presentasi di konvensi Para Saksi Yehowa yang dihadiri oleh ribuan Saksi Yehowa. Setelah sekolah tinggi, saya menjadi pelayan pioneer Saksi Yehowa, yang berarti saya menghabiskan 1000jam/tahun pergi berkarya dari pintu ke pintu. Dengan segera, saya diundang untuk melayani di Kantor Pusat dari Saksi Yehowa Se-dunia di Brooklyn, New York, yang mana menjadi tempat saya bertemu dengan wanita yang kelak akan menjadi istri saya, Kathy. Saya menghabiskan waktu setahun di sana.

Kathy dan saya pindah ke Lousiana setelah meninggalkan kantor pusat dan kami menikah pada Agustus 1988. Saya mulai mengikuti kuliah dan mendapat sebuah gelar sarjana di ilmu kimia dari Universitas Lousiana Tenggara pada tahun 1993. Kathy dan saya kemudian pindah ke Arkansas pada tahun 1994 sehingga saya dapat mengikuti sekolah pasca-sarjana di Universitas Arkansas. Saya membaktikan seluruh waktu saya untuk studi-studi pasca-sarjana di bidang biokimia dan meninggalkan Allah di belakang. Kami hidup selama beberapa tahun dalam masa yang Kathy gambarkan sebagai “limbo rohani” di mana saya bahkan mempertanyakan cinta kasih Allah kepada saya. Seperti orang-orang Israel, saya memiliki sebuah memori singkat mengenai semua berkat Allah yang diberikan kepada saya, salah seorang putra-Nya, yang tidak mengenal-Nya dengan baik.

Namun, Allah mengizinkan saya untuk terlibat diskusi dengan banyak orang Kristen, kebanyakan orang-orang Protestan, di internet selama masa ini dan diskusi-diskusi mereka dengan saya sungguh sangat membantu. Pada beberapa poin, Kathy dan saya berdua mengekpresikan keyakinan kami kepada Allah dan keinginan kami untuk menyembah bersama dengan umat beriman lain. Sekitar masa ini, saya mulai melakukan riset di area doktrinal yang besar di mana Saksi Yehowa dan orang-orang Kristen umumnya tidak saling setuju dan menyadari bahwa gereja-gereja Kristen jalur utama menggambarkan ajaran-ajaran iman Kristiani historis lebih baik daripada Saksi-saksi Yehowa.

Kathy dan saya ingin menemukan sebuah gereja untuk saya ikuti dan saya telah berbicara dengan sanak saudara Lutheran saya sehingga saya memutuskan bahwa kami sebaiknya menjadi anggota gereja Lutheran. Dengan segera, kami mengikuti sebuah gereja Lutheran di Arkansas yang menjadi anggota Gereja Lutheran Sinode Missouri. Kami bergabung dengan gereja tersebut sekitar satu tahun sebelum saya menyelesaikan sekolah pasca-sarjana saya. Sekali waktu saya menyelesaikan sekolah pascasarjana saya, saya mulai mengajar di Universitas Concordia di Seward, Nebraska pada bulan Januari 1999. Kampus ini adalah bagia dari Sistem Universitas Concordia yang dimiliki dan dijalankan oleh Gereja Lutheran Sinode Missouri. Setelah tiba di Nebraska, Kathy dan saya berpikir bahwa kami akhirnya “telah berada di rumah”. Bagaimanapun juga, Allah ingin memberikan kami lebih banyak.

Ketika pertama kali kami pindah ke Seward, Nebraska, orang-orang Mormon baru saja memulai membangun sebuah gereja di kota kecil ini. Mereka telah dikunjungi oleh banyak umat Lutheran sehingga gereja Lutheran lokal memutuskan untuk mengajarkan kelas Sekolah Minggu mengenai ajaran-ajaran Mormon [demi menghindari perpindahan umat Lutheran ke Mormon]. Salah satu komentar dari Pastor yang memimpin diskusi adalah bahwa gereja yang didirikan oleh Yesus Kristus akan selalu ada dan tidak akan pernah dihancurkan. Dia membuat poin ini karena Mormon mengajarkan (sama seperti Saksi Yehowa) bahwa gereja perdana telah jatuh murtad pada suatu titik waktu tertentu dalam sejarahnya dan bahwa Allah memilih Joseph Smith (Saksi Yehowa akan berkata Charles Russell) untuk mengembalikan gereja-Nya yang benar di bumi. Pastor itu mengutip ayat ini:

“Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan jemaat-Ku dan alam maut tidak akan menguasainya.” – Mat 16:18

Saya duduk di sebelah Kathy dan saya mengambil selembar kertas dan mengajukan pertanyaan. “Bila ini benar, maka apa yang sedang dilakukan oleh Luther ketika dia memisahkan diri dari Gereja Katolik?” Adalah juga “dengan keras” selama masa ini bahwa saya mulai untuk mencoba membagi iman Kristiani yang baru saya temukan dengan beberapa teman saya yang baru saja meninggalkan Saksi Yehowa. Saya mencoba untuk menunjukkan kepada mereka bahwa beberapa ajaran tertentu seperti Trinitas, immortalitas jiwa, dll adalah ajaran-ajaran iman Kristiani yang benar dan bahwa Saksi Yehowa salah menolak ajaran-ajaran ini. Saya menggunakan Kitab Suci untuk membuktikan ajaran-ajaran itu kepada mereka. Respon mereka, “Bagaimana saya tahu penafsiran kamu adalah benar karena ketika kami dulu Saksi Yehowa, kami akan menafsirkan ayat-ayat itu 180 derajat bertentangan?”

Jadi, saya berkata kepada diri saya sendiri, “Saya bertaruh ada tulisan-tulisan lain dari orang-orang Kristiani yang berada di sekitar masa Para Rasul yang dapat memberikan terang mengenai apa yang Gereja Perdana sungguh percayai.” Jadi, saya mulai membaca tulisan Para Bapa Gereja. Pertama, saya membaca beberapa surat yang ditulis sekitar tahun 98 AD oleh seorang Uskup Kristiani bernama Ignatius. Dalam suratnya, dia berbicara mengenai Kehadiran Nyata Kristus dalam Sakramen Ekaristi dan dia mengajarkan Yesus adalah Allah. Bagaimanapun, Ignatius juga menggambarkan Gereja Perdana sebagai “Gereja Katolik” dan dia berkata bahwa “gereja yang benar adalah gereja di mana uskup berada”. Sebagai seorang Lutheran kami tidak memiliki uskup [yang valid], saya menemukan pemahaman mengenai Gereja ini menyulitkan. Saya juga membaca sebuah buku ditulis oleh seorang uskup abad ke-3 bernama Eusebius mengenai sejarah Gereja Kristiani. Eusebius menggambarkan gereja perdana sedemikian rupa sehingga saya dapat lihat bahwa gereja perdana terlihat lebih banyak kemiripan dengan Gereja Katolik. Perbedaan utama adalah bahwa Gereja Katolik pada masa ini jauh lebih besar [dari Gereja Perdana].

Saya bahkan membaca sebuah buku sejarah gereja di mana sejarahwan Protestan mengakui bahwa Gereja menggunakan suksesi apostolik (meskipun dia tidak menyebut demikian, tetapi ia menggambarkan bagaimana suksesi apostolik ini bekerja) untuk melawan ajaran-ajaran sesat pada abad ke-2. Dan, saya menemukan bahwa jika bukan karena Gereja Katolik, saya tidak akan tahu kitab apa saja yang termasuk ke dalam Perjanjian Baru karena mereka (Gereja Katolik) memutuskannya untuk saya di sekitar abad ke-4 setelah Kristus!

Sekarang, kamu mungkin akan berpikir bahwa dengan semua data ini, saya segera akan menjadi Katolik saat itu juga. Tetapi, jawabannya adalah tidak. Pada waktu itu, saya bertemu kembali dengan seorang teman dari sekolah tinggi. Namanya adalah Jim. Sekarang ia adalah Romo Jim dan ia adalah seorang Imam Katolik. Romo Jim sendiri adalah seorang yang berpindah ke dalam Gereja Katolik. Ia dibesarkan sebagai seorang umat Presbiterian. Romo Jim dan saya melakukan diskusi-diskusi mendalam mengenai ajaran agama dan sejarah melalui email dan kami seringkali saling setuju. Romo Jim berkata bahwa saya lebih Katolik daripada beberapa umat parokinya. Tetapi, saya selalu berkata, “Saya belum siap untuk menyeberangi sungai Tiber.” Dan dia berkata, “Apa yang Roh Kudus harus lakukan? Memukul kepalamu dengan sebuah 2 x 4?” Akhirnya Romo Jim menantang saya untuk membaca Katekismus Gereja Katolik dan berkata bila saya menemukan apapun yang salah dengan KGK itu, beritahu kepadanya; dan bila saya tidak menemukan kesalahan berarti saya tahu apa yang harus saya lakukan. Jadi, selama musim panan 2002, saya menyelesaikan membaca Katekismus Gereja Katolik dan beberapa buku lainnya yang ditulis oleh Scott Hahn dan setelah waktu ini, Allah akhirnya menemukan 2x4-nya. Saya pulang ke rumah dan memberitahu istri saya bahwa ini adalah saatnya saya menjadi Katolik.

Kathy dan saya setuju untuk mengikuti program RCIA (katekumenat) di Katedral Kristus Bangkit di Lincoln, Nebraska. Program ini mengajarkan saya bagaimana menjadi Katolik dalam sense yang berbeda sejak saya menjadi seorang Katolik dalam sense akademik. Sementara saya mengikuti RCIA, saya diajarkan bagaimana mengikuti Misa Kudus dan bagaimana cara untuk berdoa Rosario serta Ibadat Harian. Selama waktu ini, istri saya, Kathy, juga menyadari bahwa masa itu adalah saatnya ia pulang ke dalam Gereja Katolik. Jadi, pada Malam Paskah tahun 2003, Kathy pulang kembali ke Gereja Katolik dan pada Minggu Pentakosta tahun 2003, saya mendapatkan keistimewaan untuk memasuki Gereja Katolik yang kudus juga.

Temukan juga kesaksian-kesaksian lainnya di link ini.
Pax et Bonum
follow Indonesian Papist's Twitter