Jumat, 03 Januari 2014

Info Post
Umumnya kita umat Katolik sering mengucapkan kata “kasih” atau “belas kasih” dengan pemahaman yang cenderung sentimental. Memberi sumbangan ke Panti Asuhan kita sebut berbuat kasih, mengampuni yang bersalah kita sebut mengasihi, bersimpati kepada orang menderita kita sebut berbelas kasih. Tetapi saat seseorang menunjukkan kesalahan sesamanya dengan dasar yang jelas, menegur sesamanya yang berbuat dosa; kita seringkali dengan mudah mengatakan bahwa “kamu telah menghakimi.”

14 Karya Belas Kasih

Kesalahpahaman-kesalahpaham belakangan ini mengenai belas kasih Paus Fransiskus, kata-kata Beliau tentang kasih dan sebagainya memunculkan rumor bahwa Gereja akan segera memperbolehkan mereka yang bercerai-dan-menikah kembali serta mereka yang menikah secara non-Katolik untuk menerima Komuni Kudus. Tentu, bila kita memahami kasih semata-mata secara sentimental, kita akan berpikir bahwa hal ini adalah bentuk belas kasih: “mereka sudah lama tidak menerima Komuni Kudus. Mereka pasti sudah sangat rindu. Mengapa kita menghalangi mereka? Bukankah dengan mengizinkan mereka menerima Komuni Kudus, Gereja telah berbuat kasih?”. Sebaliknya, ketika Gereja melarang mereka menerima Komuni Kudus, kita akan berteriak-teriak bahwa Gereja tidak punya belas kasih.

Berbicara tentang belas kasih; ada baiknya kita mengetahui kembali pembagian tradisional karya belas kasih dalam Gereja Katolik. Gereja Katolik mengajarkan bahwa ada 14 bentuk karya belas kasih (KGK 2447) yang dibagi menjadi 7 karya belas kasih jasmani (yang berhubungan dengan tubuh) dan 7 karya belas kasih rohani (berhubungan dengan jiwa) yaitu:

7 KARYA BELAS KASIH JASMANI

1. Memberi makan pada orang yang lapar
2. Memberi minum pada orang yang haus
3. Memberi pakaian pada yang telanjang
4. Memberi tumpangan pada tunawisma
5. Mengunjungi yang sakit
6. Mengunjungi tawanan
7. Menguburkan yang meninggal

7 KARYA BELAS KASIH ROHANI

1. Menegur orang-orang berdosa
2. Mengajar yang tidak tahu
3. Membimbing yang ragu-ragu
4. Menghibur yang sedih
5. Mengampuni kesalahan dengan rela
6. Menanggung dengan sabar kepahitan hidup
7. Mendoakan yang hidup maupun yang mati

Tentu pembagian ini tidak menyempitkan belas kasih hanya menjadi 14 contoh perbuatan saja, tetapi berbagai macam bentuk perbuatan belas kasih dapat digolongkan ke dalam 14 perbuatan belas kasih di atas.

Dari pembagian di atas, kita bisa mengetahui bahwa saat kita menegur orang lain yang berbuat dosa dan menunjukkan bahwa yang diperbuat adalah dosa, maka kita tidak sedang menghakimi melainkan sedang mengasihi orang lain tersebut. Saat kita memberi tahu dan mengajarkan ajaran Gereja dengan dasar yang jelas dan benar kepada umat Katolik yang lain, kita tidak sedang menggurui atau sok paling paham tetapi kita sedang mengasihi sesama saudara/i Katolik kita. 

Kembali kepada kesalahpahaman umum atas belas kasih dalam kaitan dengan Paus Fransiskus; perlu kita ketahui bahwa saat Gereja melarang seseorang yang bercerai-dan-menikah kembali atau yang menikah secara non-Katolik; Gereja sedang mengasihi orang tersebut, menghindarkan mereka dari perbuatan dosa sakrilegi, dari perbuatan melecehkan Sakramen Ekaristi. Mengapa disebut Sakrilegi? Saat seorang Katolik bercerai lalu menikah lagi, orang tersebut telah melanggar kesucian dan martabat pernikahan dan dengan demikian telah berbuat dosa berat. Orang yang berdosa berat tidak dapat menerima Komuni Kudus. Demikianlah yang diajarkan oleh Santo Paulus “Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.” (1 Kor 11:27). Ketika orang tersebut tetap memaksakan diri menerima Komuni Kudus, bukanlah rahmat pengudusan yang didapat melainkan dosa sakrilegi, melecehkan sesuatu yang kudus. Silahkan klik Sakramen Orang Mati dan Sakramen Orang Hidup untuk mengetahui tentang Sakramen dan Sakrilegi.

Ketika Gereja melarang orang tersebut menerima Komuni Kudus; Gereja sekaligus menyerukan panggilan untuk bertobat, berbalik dari kesalahan dan kembali ke jalan kekudusan. Saat seorang ibu melarang anaknya, “Jangan ke sana, ada jurang!”, maka ibu tersebut memanggil anaknya untuk berbalik dari jalan menuju jurang dan kembali ke jalan yang aman. Bukankah ini perbuatan belas kasih?

Santo Thomas Aquinas, mengikuti Tradisi Gereja, mengajarkan bahwa karya belas kasih rohani superior terhadap karya belas kasih jasmani walau meski tetap mengajarkan untuk tidak mengabaikan keduanya. Karya belas kasih rohani dipandang superior dari karya belas kasih jasmani karena karya belas kasih rohani berhubungan langsung dengan keselamatan abadi. Ambil contoh seturut konteks di atas yaitu menegur sesama yang berbuat dosa. Kitab Suci memberikan pernyataan yang jelas mengenai hubungan antara menegur sesama yang berbuat dosa dengan keselamatan dan penghakiman ilahi.
Yeh 3:18 Kalau Aku berfirman kepada orang jahat: Engkau pasti dihukum mati! --dan engkau tidak memperingatkan dia atau tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan orang jahat itu dari hidupnya yang jahat, supaya ia tetap hidup, orang jahat itu akan mati dalam kesalahannya, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu.

Yeh 3:19 Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang jahat itu dan ia tidak berbalik dari kejahatannya dan dari hidupnya yang jahat, ia akan mati dalam kesalahannya, tetapi engkau telah menyelamatkan nyawamu.

Yeh 3:20 Jikalau seorang yang benar berbalik dari kebenarannya dan ia berbuat curang, dan Aku meletakkan batu sandungan di hadapannya, ia akan mati. Oleh karena engkau tidak memperingatkan dia, ia akan mati dalam dosanya dan perbuatan-perbuatan kebenaran yang dikerjakannya tidak akan diingat-ingat, tetapi Aku akan menuntut pertanggungan jawab atas nyawanya dari padamu.

Yeh 3:21 Tetapi jikalau engkau memperingatkan orang yang benar itu supaya ia jangan berbuat dosa dan memang tidak berbuat dosa, ia akan tetap hidup, sebab ia mau menerima peringatan, dan engkau telah menyelamatkan nyawamu."
Tentu saja saat seorang Katolik yang berdosa berat (contoh di atas dosa beratnya adalah bercerai-dan-menikah kembali dan menikah secara non-Katolik) dilarang menerima Komuni Kudus, maka ia juga harus diberitahu alasan pelarangan dengan dasar yang jelas dan tidak lupa beritahukan bagaimana caranya ia bertobat atau berbalik dari kesalahannya. Tugas ini bukanlah semata tugas para kaum tertahbis ataupun awam yang menjadi katekis, tetapi semua umat Katolik sebagai bentuk kasih terhadap sesama.

Pax et bonum