Senin, 08 November 2010

Info Post
Oleh Romo Titus (a.k.a Byzantine Rambler)

Saya mempersiapkan diri saya untuk merefleksikan iman Katolik sebagaimana saya pahami dan coba hayati. Insha Allah, ini akan berupa refleksi-refleksi mengenai berbagai topik, tetapi pada awalnya akan tampak membingungkan.

Mengapa saya menulis merupakan suatu misteri bagi saya. Ada begitu banyak orang yang telah menghasilkan tulisan-tulisan dengan nilai besar, dan lebih banyak lagi yang tulisannya meragukan, dan lebih banyak lagi yang tulisan-tulisannya dapat dikatakan menyesatkan. Nah, apa yang dapat saya bagikan dalam tulisan-tulisan saya?

Saya tidak terlalu suci atau bijak. Saya tidak memiliki iman yang besar, doa yang mendalam, atau bahkan sikap hati yang dapat mencegah kemunafikan. Jadi jika diantara tulisan-tulisan saya ada yang tampak kacau atau berlebihan, semoga Tuhan mengampuni saya. Semoga Ia membimbing tangan saya agar tidak berdosa, dan tidak menuntun orang lain kepada dosa. Semoga refleksi-refleksi saya melayani kebaikan, mengoreksi kesalahan saya, membimbing saya kepada Kebenaran, dan mendekatkan saya kepada keselamatan, dan melindungi saya dari dosa.


Pada usia tua saya, saya menemukan diri saya sebagai seorang Imam Katolik, suami dari satu istri, dan ayah dari seorang puteri. Saya adalah seorang yang datang kepada Gereja Katolik yang kudus dari Gereja-gereja Ortodoks, Mengapa saya melakukannya?

Keseluruhan Kebenaran menggerakan saya. Hampir tidak mungkin bagi saya untuk menjelaskannya. Ada suatu daya Kebenaran dalam Gereja Katolik yang tidak dapat ditemukan dalam Gereja Ortodoks. Dan ini adalah suatu hal yang aneh, karena sebagai Katolik saya tetap merayakan Liturgi yang sama dengan Gereja Ortodoks, mengikuti kalender Liturgi yang sama (bahkan jika Paskah sekarang ini dirayakan menurut kalender Gregorian), memelihara siklus puasa dan pesta yang sama dengan Ortodoks. Jadi apa perbedaan menjadi Katolik dan menjadi Ortodoks?

Orang dapat menjawab dengan mudah Bapa Suci lah bedanya. Paus Roma adalah perbedaannya. Paus Roma bukanlah Patriarkh saya, tetapi ia adalah Paus saya. Saya mengenangkan dia dalam Liturgi. Itulah perbedaannya. Perbedaan ini tampak begitu kecil tetapi bagi orang Ortodoks merupakan perbedaan yang monumental sehingga mereka menyebut kami “uniat”, peniru, dan palsu.

Tetapi pikirkanlah ini: Apakah saya percaya akan Trinitas yang Tak Terbagi? Ya. Misteri Keselamatan yang agung ini adalah jantung dan pusat ibadat saya. Saya menghirupnya menjadi keberadaan saya, Trinitas menyingkapkan Cinta Ilahi, yang dibagikan dengan intim kepada jiwa-jiwa Kristen. Saat saya mempersembahkan Anaphora (Doa Syukur Agung), saya menemukan diri saya gemetar karena pada saat itu saya menyampaikan doa saya kepada Allah sang Bapa. Saya memasuki hidup Allah sendiri dan mempersembahkan kepada-Nya, “Milik-Mu yang adalah milik-Mu..”

Bagaimana hal ini bisa terjadi? Saya adalah pendosa. Orang yang penuh dengan dosa-dosa yang memalukan. Saya orang yang bersalah, kotor dan penuh penyimpangan. Saya hanya menerima rahmat untuk berdiri di Altar dan berdoa bukan hanya kepada Allah, tetapi juga memasuki Misteri Siapakah Allah itu, dengan berbicara kepada Pribadi-Pribadi Trinitas Mahakudus sendiri.

Dalam pikiran saya, saya melihat kegelapan besar, cahaya Allah yang tak terhampiri dan membutakan. Saya memahaminya tetapi tidak dapat mengertinya. Secara intelektual, saya menerima dan mengetahui semua rumusan klasik dalam buku-buku, tetapi realitas Allah mengaburkan pemahaman saya. Pada saat kejelasan rohani ini, saya dapat mengatakan tentang Dia bahwa saya mengenal-Nya tetapi tidak dapat melakukan hal lain selain menerima-Nya. (dan hal ini membuat saya heran bagaimana saya bisa mewartakan Misteri ini dalam sebuah khotbah!)

Jadi bagaimana bisa saya yang penuh cacat cela, pikiran cabul, ambisi, kesombongan, kecemburuan, kelemahan, kejahatan, dan kebutaan rohani dapat berdiri di hadapan Altar Kudus? Ex Opere Operato? Ya. Tetapi pertama-tama adalah keagungan rahmat yang mengatasi saya

Dulu sekali, sewaktu saya masih di Seminari, saya melayani sebagai kapelan pelajar. Waktu itu saya dipanggil untuk membaptis seorang bayi yang lahir premature dan kemudian meninggal sesudahnya. Pengalaman itu membawa trauma bagi saya. Kemudian saya berbicara dengan salah seorang pengajar dan mengatakan bahwa saya merasa kosong. Hal yang bisa saya lakukan hanyalah meuangkan air ke atas kepala yang mungil dan mengucapkan beberapa kata. Dia mengatakan bahwa saya sudah melakukan yang benar. Allah-lah yang membuat mukjizat bukan pelayan sakramen, semua yang telah saya lakukan menjadi mengalir begitu saja. Itu adalah saat yang merendahkan hati saya dan pada saat yang sama memberikan pandangan yang mengangkat hati saya. Dengan suatu cara pengalaman itu membentuk saya untuk menjadi seorang Ortodoks dan akhirnya Katolik. Saya menjadi yakin dan mantap untuk mencintai aturan liturgi dan menaatinya dengan setepat mungkin menjadi sangat penting bagi spiritualitas liturgis saya.

Saya menemukan seluruh debat mengenai Ritus Romawi bersifat komikal. Mengapa orang bisa memilih untuk merayakan liturgi dengan “cara mereka sendiri” bertentangan dengan aturan liturgi (rubrik) yang menyatakan bagaimana hal itu seharusnya dilakukan? Ritus Romawi memiliki daya potensial yang sangat besar. Lihatlah Misa Kepausan dari Tahta Suci. Misa itu tidak kurang agung daripada Ritus Byzantine, dan sama seperti Ritus Byzantine, Misa Romawi dapat dirayakan dengan keagungan dan nuansa rohani (spiritual intensity) bahkan di paroki yang paling sederhana sekalipun.

Jadi adalah Paus Roma yang menjadi jaminan bagi materai Kekatolikan Iman saya. Dan karena inilah saudara-saudara terpisah menyebut Gereja saya (Gereja Katolik Melkite Yunani) sebagai pengkhianat bahkan tercela. Tetapi sekali lagi, bagi banyak sekali orang Ortodoks Iman itu hampir seluruhnya didefinisikan dengan apa yang memisahkan mereka dari Paus Roma. Saya ingat pada suatu hari Kamis Suci, mendengarkan madah dari Orthros untuk Sengsara Tuhan, dan primat St. Petrus dinyatakan dengan jelas! Dan saya berpikir, bagaimana kita dapat menyanyikan ini dan tidak bersatu dengan Roma? Tentu, jawabannya adalah Petrus memiliki primat tetapi tidak diteruskan kepada pengganti-penggantinya. Tetapi, jika primat itu tidak diteruskan, bagaimana bisa Suksesi Apostolik secara keseluruhan juga diteruskan? Logiskah mempercayai bahwa Suksesi Apostolik diteruskan kepada para Uskup dari generasi ke generasi sementara secara khusus suksesi primat tidak diteruskan? (Bacalah Soloviev, dia mengatakan semuanya!)

Gerbang Alam Maut tidak akan menguasai Gereja. Syukur kepada Allah atas Gereja Katolik. Orang-orang Ortodoks telah meninggalkan nama kuno Gereja. Tidak satupun Bapa-bapa Gereja memanggilnya Gereja Ortodoks. Ia selalu disebut sebagai Iman Kristen dan Gereja Katolik. Mungkin inilah sebabnya saya kembali pulang- keapda Gereja para Bapa (Bukankah ini lagu lama, “Faith of our Fathers”?)

Diterjemahkan dari:
http://byzantineramblings.blogspot.com/2006/01/opening-ramblings.html
oleh administrator Page Gereja Katolik berinisial DP