Minggu, 07 April 2013

Info Post


Francis Cardinal George, OMI

“Saya seorang spiritual, tetapi bukan seorang religius.” telah menjadi semacam mantra yang umum bagi banyak (sejumlah) umat Katolik sebagai penolakan terhadap aturan-aturan religius dalam Gereja Katolik. Sebagian dari kita umat Katolik berpikir subjektif bahwa Yesus tidak mendirikan institusi religius, tidak mendirikan Gereja yang terorganisir dan penuh aturan seperti Gereja Katolik. Tentu, seorang Katolik haruslah meyakini  bahwa Yesus Kristus telah mendirikan Gereja Katolik di atas St. Petrus dan pengakuan imannya serta bahwa Gereja ini tidak akan dikuasai alam maut. Iman Katolik akan hal ini terbukti dengan eksistensi Gereja Katolik yang bertahan selama hampir 2000 tahun ditandai dengan keberadaan Paus Fransiskus, Sang Suksesor Petrus dan Wakil Kristus.

Sebagian umat Katolik melihat Gereja Katolik sebagai sebuah institusi religius yang begitu terorganisir: “Lihatlah Katolik punya sistem hierarki, punya hukum kanon, dan lihat juga sakramen-sakramennya yang harus dirayakan berdasarkan aturan gerejawi; tidak lupa juga dengan aturan-aturan liturgi yang begitu banyak. Wah, begitu terorganisir.”


Mereka berpikir bahwa aturan-aturan tersebut tidak terlalu berguna atau kurang berguna pada kehidupan rohani mereka. Mereka menganggap bahwa pengalaman spiritual mereka, relasi mereka dengan Yesus tidaklah terikat pada aturan siapapun termasuk aturan Gereja Katolik. Ketika seorang saudara seiman mengoreksi mereka dengan dasar yang jelas dari Gereja Katolik, mereka dengan segera menolaknya, menjadikan pengalaman pribadi sebagai pembenaran akan kesalahan mereka dan kemudian muncullah mantra di atas.

Francis Cardinal George, O.M.I, Uskup Agung Chicago memberikan sanggahan atas “mantra” tersebut sebagaimana yang dimuat di Catholic New World, Surat Kabar Keuskupan Agung Chicago. Berikut ini terjemahannya oleh admin:
Menjadi sebuah hal yang agaknya modis pada masa ini untuk menggambarkan diri sebagai seorang “spiritual tetapi bukan religius.” Hal ini berarti bahwa seseorang terbuka untuk sebuah pengalaman melampaui hal-hal komersial atau politik tetapi tidak terikat dengan agama “institusional”. Seseorang mengklaim pengalaman transendensi yang tidak terikat pada aturan siapapun.

Orang-orang dapat selalu membuat pengakuan (klaim) akan berbagai macam pengalaman. Pertanyaannya selalu adalah: “Siapa yang peduli? Mengapa orang harus peduli di mana orang lain mendapatkan spiritual yang tinggi?” Karena tidak seorang pun sungguh-sungguh peduli, klaim untuk menjadi spiritual tetapi tidak religius selalu menjadi klaim yang aman.

Klaim untuk menjadi religius itu berbeda. Ini adalah klaim bahwa Allah sendiri telah mengambil inisiatif untuk mengungkapkan diri-Nya sendiri kepada kita dan memberitahu kita siapa Dia dan siapa kita. Agama Katolik mengikat kita kepada Allah berdasarkan kehendak-Nya, bukan kehendak kita, dalam sebuah komunitas iman yang telah Ia bawa ke dalam keberadaan.

Menjadi religius sebagai seorang Kristiani dimulai dengan keyakinan bahwa Yesus Kristus bangkit dari antara orang mati. Iman akan kebangkitan Kristus adalah pusat agama Kristen. Yesus bukanlah sekadar gagasan personal seseorang. Ia sungguh-sungguh ada dalam tubuh yang nyata, sekarang terubahkan dengan menaklukkan kematian itu sendiri. Mereka yang “spiritual” sering menolak kebangkitan Kristus sebagai peristiwa fisik, sesuatu yang membuat tuntutan tersendiri ketika anda masuk ke dalamnya. Mereka lebih memilih Yesus yang adalah sebuah gagasan yang aman di dalam pikiran mereka, Yesus yang diciptakan dalam gambar dan rupa mereka sendiri. Tetapi sebaliknya, Yesus yang bangkit, Yesus yang sesungguhnya, menerobos masuk ke dalam pengalaman kita dan secara pribadi mencari orang-orang yang Ia panggil untuk menjadi religius, untuk percaya pada apa yang Kristus telah lakukan bagi kita, yang sangat mengejutkan kita.

Oleh karena itu, bertemu dengan Yesus yang bangkit secara spiritual tergantung pada keyakinan kepada-Nya secara religius. Kita diberikan karunia iman dalam Sakramen Pembaptisan, yang didalamnya kita dikonfigurasikan kepada Kristus yang bangkit. Iman bertahan bahkan ketika tidak ada banyak pengalaman spiritual menggelitik dalam hidup kita. “Tuhan, aku percaya; tolonglah ketidakyakinanku.” (“Lord, I believe; help my unbelief,” ) adalah seruan dari seorang pribadi religius yang meminta Kristus untuk membawanya melampaui pengalaman spiritualnya ke dalam dunia yang baru di mana tubuh dan pikiran berbagi dalam rahmat Allah. Iman menganggap serius segala sesuatu yang datang dari Allah. Pribadi yang penuh iman itu yakin akan Allah dan tidak meyakini dirinya sendiri. Tidak seperti iman akan Allah, pengalaman itu sering salah/keliru dalam hal-hal religius.

Iman pribadi kita membutuhkan topangan komunitarian (topangan bersifat komunitas), jangan sampai merosot ke dalam spiritualitas individu. Sebuah cara yang solid dan pasti untuk menguatkan iman pribadi kita adalah memeriksanya terhadap iman Gereja Katolik, komunitas yang didirikan oleh Kristus di atas para rasul. Salah satu cara memeriksanya adalah dengan pergi kepada Petrus, rasul Yesus yang dipanggil untuk menjadi batu karang. Petrus dan para penggantinya meneguhkan iman kita dan menjaga kita tetap pada jalur agama yang benar.

Gereja Katolik memiliki seorang suksesor Petrus yang baru, Uskup Roma yang baru saja terpilih yang memilih untuk memanggil dirinya “Fransiskus”. St. Fransiskus dipanggil oleh Kristus untuk memperbaharui dan membangun kembali Gereja dan St. Fransiskus memerika setiap gerakan yang ia buat kepada Paus dan penasihat-penasihat Paus. Paus Fransiskus sekarang mengambil alih pelayanan Petrus dalam Gereja Universal. Ia akan meneguhkan iman kita dan menjaga kita terikat kepada rencana kasih Allah bagi keselamatan kita.

Sembari kita merayakan kebangkitan Kristus dari antara orang mati dan memperbaharui iman yang diberikan bagi kita pada saat pembaptisan kita, marilah kita juga berdoa untuk Paus Fransiskus. Miliknya adalah iman para rasul dan para orang kudus dari segala zaman, iman yang menyelaraskan pikiran dan hati kita kepada iman dan hati Yesus Kristus yang “tetap sama kemarin, hari ini dan selamanya.” Semoga Kristus yang bangkit memberkati anda dengan Paskah yang bahagia!

Pax et Bonum