Langsung ke konten utama

Renungan Minggu Panggilan 2013 (Minggu Paskah IV)

oleh Rev. Pater Leo Sipahutar, OFM.Cap.

 
Bila kita pergi ke kota Roma, di sana kita bisa melihat sebuah gambar yang tertua dari Tuhan Yesus, yang berasal dari zaman Gereja Awal. Gambar itu dilukis pada dinding sebuah katakombe, yakni tempat persembunyian dari orang-orang kristen dulu di bawah tanah. Gambar itu memperlihatkan Yesus, bukan sebagai raja, bukan sebagai pengkhotbah, bukan juga sebagai orang yang tergantung di kayu salib, melainkan gambar itu menunjukkan Yesus sebagai seorang gembala, yang memanggul seekor anak domba pada bahu-Nya. Lukisan ini dibuat tentulah karena mendapat inspirasi dari ucapan Yesus sendiri yang menyebut diri-Nya "Gembala yang baik".


Yesus berkata: "Akulah Gembala yang baik, bukan seorang pencuri, bukan seorang penipu, bukan seorang yang meninggalkan dan menyesatkan domba-domba. Akulah gembala yang menjamin kehidupan bagi domba-domba". Dengan panjang lebar Injil Yohanes bab 10 menguraikan bagaimana Yesus sebagai Gembala yang baik turut merasakan suka-duka domba-domba gembalaan-Nya. Bahkan gembala yang baik itu rela menyerahkan nyawa-Nya demi domba-domba-Nya.

Dalam perikop Injil hari Minggu IV Masa Paskah Yesus berkata: " Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku dan Aku mengenal mereka dan mereka mengikut Aku, dan Aku memberikan hidup yang kekal kepada mereka dan mereka pasti tidak akan binasa sampai selama-lamanya dan seorang pun tidak akan merebut mereka dari tangan-Ku. Bapa-Ku, yang memberikan mereka kepada-Ku, lebih besar dari pada siapa pun, dan seorang pun tidak dapat merebut mereka dari tangan Bapa. Aku dan Bapa adalah satu." (Yoh 10: 27-30).

Saya rasa, sungguh merupakan suatu penghiburan yang menyejukkan hati bahwa kita sekarang ini masih boleh berbicara tentang gembala yang baik. Pada saat sekarang ini, di mana martabat manusia kurang dihormati lagi, di mana banyak manusia diperlakukan hanya sebagai alat, kita masih bisa mendengar tentang pemimpin dan gembala yang sejati. Syukur kepada Allah, bahwa di tengah krisis dan keprihatinan yang masih berlanjut melanda bangsa dan negara kita sekarang ini, kita masih diteguhkan oleh sabda Tuhan yang berkata: "Akulah Gembala yang baik".

Kita semua anggota Gereja ikut ambil bagian dalam karya penyelamatan Kristus. Maka kalau Kristus menyebut diri-Nya "Gembala yang baik", sebenarnya kita masing-masing dipanggil juga menjadi gembala yang baik dalam bidang hidup kita masing-masing. Orangtua dipanggil sebagai gembala yang baik bagi anak-anaknya. Imam dan biarawan-biarawati dipanggil sebagai gembala yang baik bagi umatnya. Para guru dipanggil sebagai gembala yang bagi para anak didiknya. Para majikan dipanggil sebagai gembala yang baik bagi karyawannya, dan demikian juga pemerintah menjadi gembala yang baik bagi rakyatnya. Tak mungkin kita menjadi gembala yang baik dalam bidang hidup kita masing-masing, kalau hal itu kita lakukan di luar penggembalaan Kristus. Kristuslah pintu masuk ke dalam kandang domba. Maka kita harus masuk melalui Kristus. Artinya: bila kita menggembalakan tidak melalui Kristus, bila kita bertindak di luar Kristus, maka kita adalah pengacau, perusak den pengganggu bagi domba-domba yang dipercayakan kepada kita.

Yesus meminta setiap orang Kristen, baik yang sederhana maupun yang memiliki kekuasaan untuk meniruNya: menyadari kesatuanNya dengan Allah Bapa, dan dengan itu menyadari kesatuan komitmen; setiap orang harus menjadi pemimpin dalam hal melakukan kebaikan dan memerangi kezaliman agar dunia ini aman dan tenteram. Jika kita orang Kristen berhasil menjadi pemimpin yang baik maka orang akan melihat gambaran yang baik tentang Allah kita: Allah yang adalah pintu keselamatan, kaki yang kokoh menerjang berbagai tantangan, terang yang mengusir kegelapan, dan keindahan yang membuat kita dapat menikmati hidup dengan gembira. Kebangkitan Kristus merupakan panggilan bagi setiap orang Kristen menjadi pemimpin dalam kebaikan dan kesahajaan.


pax et bonum

Renungan Hari Ini

Postingan Populer

Doa-doa Dasar dalam Bahasa Latin

Bahasa Latin telah lama menjadi bahasa resmi Gereja Katolik. Berbagai dokumen resmi Gereja ditulis dalam bahasa Latin lalu diterjemahkan ke bahasa lainnya. Bahasa Latin berfungsi sebagai ikatan untuk ibadah/ penyembahan Katolik, menyatukan orang-orang dari setiap bangsa dalam perayaan Liturgi Suci, yang memungkinkan mereka untuk menyanyi dan merespon dalam ibadah umum.[1] Pada zaman kuno, Latin adalah bahasa umum hukum dan bisnis, seperti bahasa Inggris yang digunakan masa kini. Pada abad ke-5, karena Kekaisaran Romawi runtuh, Gereja muncul sebagai kekuatan budaya penyeimbang, mempertahankan penggunaan bahasa Latin sebagai sarana untuk persatuan. Bahasa Latin, sebagai bahasa mati di masa kini, bukanlah milik suatu negara. Karena Gereja adalah untuk “semua bangsa, suku dan bangsa,” (Wahyu 11:09) maka sangatlah tepat bahwa Gereja menggunakan bahasa Latin sebagai bahasa resminya. [2] Signum Crucis / Tanda Salib In nómine Pátris et Fílii et Spíritus Sáncti. ...

Kata "KATOLIK" Ada Dalam Kitab Suci

Bapa Gereja awal yang pertama kali menggunakan istilah GEREJA KATOLIK adalah St. Ignatius dari Antiokia. Beliau menurut tradisi Kristen adalah murid St. Yohanes Rasul dan beliau juga seorang anak yang pernah dipangku oleh Tuhan Yesus dalam Markus 9:36. Santo Ignasius dari Antiokia Kutipan dari tulisan St. Ignatius dari Antiokia kepada Jemaat di Smirna: Wherever the bishop appears, let the people be there; just as wherever Jesus Christ is, there is the Catholic Church " (Letter to the Smyrneans 8:2 [A.D. 110]). "Di mana ada uskup, hendaknya umat hadir di situ, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, Gereja Katolik hadir di situ." Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa sebelum masa St. Ignatius , istilah "Gereja Katolik" telah digunakan sebagai nama Gereja yang didirikan oleh Tuhan Yesus di ayat berikut. Mat 16:18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan GEREJA -Ku da...

Perisai Lambang Kepausan (Coat of Arms) Paus Leo XIV

  Lambang Paus Leo XIV terdiri dari perisai yang dibagi menjadi dua sektor, yang masing-masing membawa pesan yang mendalam. Di sisi kiri, dengan latar belakang biru, terdapat bunga lili putih bergaya, simbol tradisional kemurnian dan kepolosan. Bunga ini, yang sering dikaitkan dengan Perawan Maria, langsung membangkitkan dimensi Maria dalam spiritualitas Paus. Ini bukan sekadar seruan pengabdian, tetapi indikasi yang tepat tentang sentralitas yang ditempati Perawan Maria yang Terberkati dalam cara Gereja: model mendengarkan, kerendahan hati, dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Di sisi kanan perisai, dengan latar belakang putih, digambarkan Hati Kudus Yesus, tertusuk anak panah dan terletak di atas buku yang tertutup. Gambar ini, yang intens dan penuh makna, merujuk pada misteri pengorbanan penebusan Kristus, hati yang terluka karena cinta kepada manusia, tetapi juga pada Sabda Tuhan, yang diwakili oleh buku yang tertutup. Buku yang tertutup ini menunjukkan bahwa kebenaran ...