Kamis, 11 April 2013

Info Post
St. Meletius dari Antiokia
Artikel ini adalah lanjutan dari artikel pertama, dituliskan khusus untuk menanggapi pernyataan Diakon Ortodoks Rusia Di Luar Rusia (Diakon ROCOR) mengenai kasus di Antiokia, yaitu terjadinya triple suksesi di sana kala bidaah arianisme menyerang Gereja-gereja Timur.
Lagi pada abad ke-4, para Bapa Konsili Ekumenis Kedua mengesampingkan beberapakeputusan Paus Damasus, membuktikan lagi bahwa Gereja tidaklah memiliki keyakinan atas otoritas ke-universal-an Paus Roma. Kasus ini adalah sebagai berikut: dua uskup mengklaim tahta Keuskupan Agung Antiokhia, yaitu St.Meletius dan Paulinus, Paus Roma mengakui Paulinus, tapi mengesampingkan penilaian Konsili Ekumenis yang telah mengakui Meletius, bahkan membuatnya presiden Dewan Ekumenis. Ketika St Meletius beristirahat dalam kekudusan, tetapi keluar dari persatuan dengan Roma, Paus Damasus  bersikeras kembali untuk mengakui Paulinus, tapi sekali lagi Dewan mengesampingkan keputusannya, Dewan Eukumenis memilih St. Flavianus dan mendesak yang mengikuti Paulinus untuk bergabung dengan St.Flavianus. Sinode Eukumenis menulis surat yang ditujukan kepada Paus Damasus, tertulis demikian:

"Untuk yang terhormat di dalam Tuhansaudara para imam, rekan, dan kolega, Damasus, Ambrose, Britton, Valerian,Ascholius, Anemius, Basilius dan para uskup yang kudus yang berkumpul di kotabesar Roma, Konsili Kudus uskup Orthodox berkumpul di kota besar Konstantinopelmengirimkan ucapan di dalam Tuhan. Sekarang ... untuk administrasi tertentu gereja-gereja lokal, meneladani sebuah Tradisi lebih awal, seperti yang anda tahu, bahkan telah diperoleh, dikonfirmasi oleh pemberlakuan para bapa suci di Nicea, bahwa dalam setiapprovinsi, para uskup dari provinsi, dan dengan persetujuan mereka, para uskupyang  bertetangga dengan mereka, harusmelakukan penahbisan sebagaimana yang diperlukan. Sesuai dengan catatan Tradisi yang demikian, kami telah melakukan penyelenggaran Gereja-gereja lainnya...Dengan demikian... Gereja di Konstantinopel ... Uskup kami yang telah tertahbis... Nectarius, di hadapan Dewan Ekumenis, dengan kesepakatan bersama. Dan ..atas dasar Tradisi Gereja paling awal dan benar-benar rasuliah di Syria, ...para uskup provinsi dan keuskupan Timur telah bertemu bersama-sama dan secarakanonikal menahbiskan menjadi uskup ... Flavianus, dengan persetujuan darisemua gereja ... Ini penahbisan yang sah juga menerima konfirmasi dari KonsiliEkumenis. … Kami sangat meminta dengan hormat untuk bergembira atas apa yang demikiantelah benar dan kanonis diselesaikan oleh kami, menahan nafsu manusia , olehintervensi kasih spiritual dan dengan pengaruh takut akan Tuhan, dan membuatpeneguhan gereja lebih penting daripada mendukung individu. Jadi karena diantara kami ada kesepakatan, dalam Iman dan kasih Kristiani telah ditetapkan,baiklah kita berhenti menggunakan pernyataan yang telah dikutuk oleh paraRasul, "Saya dari golongan Paulus dan saya dari Apolos atau saya dariKefas (Petrus)", dan hendaknya semua menampakkan Kristus, siapa di antarakita tidak terbagi, oleh kasih karunia Allah kita akan menjaga tubuh Gereja takterbagi, dan tanpa takut akan berdiri di kursi pengadilan Tuhan."
Sumber : Synodical Letter of the Council of Constantinople (http://www.fourthcentury.com/synodical-letter-of-the-council-of-constantinople-ad-382/)
Saya akan memberikan konteks yang lebih jelas mengenai kasus yang diangkat oleh Diakon Ortodoks Rusia ini.

Sekalipun Konsili Nicea 325 M telah memberikan keputusan mengutuk ajaran sesat Arianisme (yang menolak keilahian Kristus), tapi ternyata pasca konsili tersebut kelompok Arian semakin bertambah kuat apalagi mendapat dukungan dari kaisar romawi saat itu. Sebagaimana yang dilaporkan oleh St. Hieronimus, lebih dari 80% uskup akhirnya jatuh pada bidaah sesat Arianisme ini. Hampir semua uskup yang jatuh pada bidaah Arianisme berasal dari Timur. Di Antiokia, salah satu tahta keuskupan penting pada masa itu, kelompok Arian saat itu sangat dominan hingga akhirnya mempengaruhi Kaisar Konstantinus untuk menurunkan Uskup Eustathius (Uskup yang Katolik, menolak ajaran Arianisme) dari Tahta Antiokia pada tahun 330.

Semenjak kematian Kaisar Konstantinus pada tahun 337, uskup-uskup yang diasingkan dipanggil pulang. Tetapi nama Eustathius tidak ditemukan dalam daftar uskup yang kembali, tampaknya ia sudah meninggal di pengasingan. Akhirnya Tahta Antiokia kosong. Kelompok Arian, masih cukup dominan di Antiokia, mengangkat Eudoxius (seorang Arian) untuk menggantikan Eustathius. Sementara terdapat komunitas yang mendukung Eustathius sekalipun ia tidak terdapat dalam daftar uskup yang dipanggil pulang dan membentuk Eustathian Party. Segera sesudah kematian Eudoxius, Arian Party mengangkat St. Meletius sebagai Uskup Antiokia. Tetapi St. Meletius mengejutkan Arian Party,  ia tidak menganut ajaran sesat Arianisme tetapi justru memegang teguh ajaran Katolik mengenai keilahian Kristus. Arian Party, didukung oleh Kaisar Constans, mengangkat Euzoius, seorang Arian, sebagai Uskup Antiokia menggantikan St. Meletius yang diasingkan ke Armenia. St. Meletius masih mendapat dukungan dari komunitas Katolik di Antiokia sehingga terbentuklah Meletian Party. Akhirnya timbullah tiga kelompok besar di Antiokia, Eustathian Party, Meletian Party dan Arian Party. Mereka yang tergabung dalam Eustathian Party dan Meletian Party adalah orang-orang Katolik yang memegang teguh ajaran Konsili Nicea 325M namun terpisah oleh perbedaan jalur suksesi, sementara Arian Party adalah orang-orang yang menolak Konsili Nicea.

Beberapa waktu berikutnya pada tahun 361, saat St. Meletius berada dalam pengasingan, Luciferus Uskup Cagliari melihat bahwa komunitas Katolik yang ada di Antiokia tidak memiliki uskup. Oleh karena itu, ia menahbiskan Paulinus sebagai Uskup Antiokia, penerus Eustathius. Karena penahbisan ini, timbullah rivalitas antara Eustathian/Paulinian Party  dengan Meletian Party yang saat itu dipimpin Diodorus dan St. Flavianus. Penahbisan ini sebenarnya melanggar aturan kanonik sebab Luciferus tidak memiliki otoritas di Antiokia. Beberapa bulan kemudian, Kaisar Constans meninggal dan penerusnya, Julian membatalkan keputusan pengasingan Constans terhadap St. Meletius. St. Meletius kembali ke Antiokia namun ia menemukan bahwa Paulinus menjadi Uskup Antiokia. Perseteruan antara Paulinian Party dengan Meletian Party meruncing di mana St. Meletius menyatakan diri sebagai Uskup Antiokia yang sah dan berada dalam persatuan dengan Paus Roma, hal yang sama juga diakukan oleh Paulinus. Masing-masing kelompok mengklaim sebagai yang benar dan sungguh berada dalam persatuan dengan Roma. Baik St. Meletius dan Paulinus sama-sama memandang persatuan dengan Roma sebagai syarat ortodoksi ajaran iman. Konsili Alexandria tahun 362 mencoba untuk mendamaikan kedua kelompok ini tetapi mereka tetap berpegang teguh pada klaim masing-masing.

Masing-masing kelompok juga mendapatkan approval dari luas Antiokia. Paus Roma St. Damasus I, 2 Uskup Alexandria yaitu St. Athanasius Agung dan Petrus mendukung Paulinian/Eustathian Party sementara St. Basilius Agung dari Caesarea dan Gereja Timur secara umum mendukung St. Meletius berkat tulisan-tulisan berpengaruhnya mengenai ajaran iman. St. Athanasius, yang selalu berada dalam persekutuan dengan Eustathian Party namun awalnya tidak mengakui Paulinus, mencoba menjalin persekutuan dengan St. Meletius. Tetapi karena beberapa alasan serta St. Meletius menunda untuk mengambil langkah persekutuan; dan pada waktu tersebut Paulinus telah menerima keputusan Konsili Alexandria, St. Athanasius mengakui Paulinus sebagai Uskup Antiokia.

St. Basilius, pendukung setia dan teguh St. Meletius, menggunakan relasi baiknya dengan St. Athanasius untuk membujuknya mengakui St. Meletius. Tetapi kematian St. Athanasius dan pengasingan kembali St. Meletius mengakhiri berbagai negosiasi untuk kedamaian Gereja Antiokia. Petrus, yang menggantikan Athanasius, adalah seorang yang keras dan tanpa kompromi menolak negosiasi dengan St. Meletius karena ia menganggap St. Meletius masih seorang Arian. St. Basilius mencoba meminta bantuan Paus St. Damasus I di Roma namun tidak berhasil. Paus St. Damasus I lebih dulu mendengar informasi mengenai kasus di Antiokia dari sumber-sumber Alexandria yang saat itu digembalakan oleh Petrus dari Alexandria. Melihat kondisi Paulinus yang berada di Antiokia sementara St. Meletius berada di pengasingan, pada tahun 374 M Paus St. Damasus I akhirnya mengakui Paulinus sebagai Uskup Antiokia tanpa menolak atau mengekskomunikasi St. Meletius. St. Basilius Agung sesungguhnya kecewa dengan posisi St. Damasus I namun St. Basilius tidak pernah menyerang otoritas dan primasi Paus Roma. St. Basilius berpikir bahwa St. Damasus I tidak mendapatkan informasi yang akurat sehingga dia menyesalkan posisi St. Damasus I. St. Epifanius dari Salamis juga akhirnya mendukung Paulinus ketimbang St. Meletius.

Pada akhir tahun 378 M, St. Meletius kembali ke Antiokia dan menduduki posisi Uskup Antiokia sementara Paulinus juga menduduki posisi yang sama namun dari komunitas yang berbeda. Sekali lagi ditekankan keduanya masih berada dalam persatuan dengan Paus roma. St. Meletius masih memenangkan pengaruh yang luas di Timur sementara Paulinus masih mendapatkan dukungan dari Roma dan Alexandria. Pada tahun 381 M, St. Meletius memimpin konsili lokal Konstantinopel yang hanya dekrit mengenai ajaran iman saja yang dianggap ekumenis oleh Konsili Kalsedon 451 M, tidak semua dekritnya termasuk dekrit mengenai St. Meletius. Pada tahun ini pula St. Meletius meninggal dan digantikan oleh St. Flavianus.

Sinode Konstantinopel 382 M (bedakan dengan Konsili Konstantinopel 381 M) mengirimkan surat permohonan konfirmasi, peneguhan atas keputusan sinode tersebut. Menariknya, tampaknya Sang Diakon Ortodoks ROCOR tidak membaca keseluruhan: Sinode Konstantinopel bahkan mengutus tiga orang uskup untuk hadir pada Sinode di Roma tahun 382 di mana Paus St. Damasus I, St. Ambrosius dari Milan, St. Hieronimus, St. Epifanius dari Salamis termasuk Paulinus Uskup Antiokia hadir di situ juga. Bila St. Meletius termasuk Sinode Konstantinopel 382 M tidak berada dalam persatuan dengan Paus Roma, lalu mengapa Sinode tersebut harus mengirimkan surat ini dan mengutus 3 orang untuk hadir di Sinode Roma? Perlu dicatat bahwa dalam Tradisi Latin, Meletius adalah seorang santo yang berarti ia meninggal dalam persatuan dengan Paus Roma. St. Meletius tidak pernah berada di luar persatuan dengan Paus Roma.

Sinode Roma 382 M tidak mengakui St. Flavianus sebagai Uskup Antiokia namun tetap mengakui Paulinus karena memandang pengangkatan St. Flavianus ini sebagai hal yang dipaksakan sementara St. Meletius tidak menginginkan adanya pengganti dirinya di Antiokia selain membiarkan Paulinus sebagai satu-satunya Uskup Antiokia untuk mengakhiri perseteruan.

Soon afterwards S. Meletius died, shortly after the beginning of the Synod, and exceptional honors were showered upon him even in his death; for instance, Gregory of Nyssa, in his funeral oration (of which many were held), spoke of him as a saint. It had already been agreed during the lifetime of Meletius, that when either of the two orthodox Bishops of Antioch, Meletius or Paul, died, no new bishop should be elected in his place, but the survivor should be universally acknowledged. Notwithstanding this, some members of the Council demanded that a successor to Meletius should be elected, while Gregory of Nazianzus, who was now president, did all in his power to procure the carrying out of the agreement. The younger bishops of the Synod, however, violently opposed him, being of opinion that the recognition of Paul would be too great a concession to the Latins; they succeeded in carrying away with them older bishops also, and thus it came to pass that Flavian, hitherto a priest, was chosen as the successor of Meletius by the bishops of the dioceses (=patriarchates) of Antioch and Asia, and was confirmed by the Synod, whereby the Meletian schism was perpetuated.

Pada tahun 388 M, Paulinus meninggal dan digantikan Evagrius yang kemudian meninggal 393 M. Sejak kematian Evagrius, Eustathian Party tidak lagi memiliki uskup. Pada tahun 399, akhirnya St. Flavianus mendapat pengakuan dari Roma dan Alexandria. St. Flavianus meninggal dalam persatuan dengan Roma.

Kesimpulannya dapat dilihat bahwa konteks yang disampaikan oleh Sang Diakon ROCOR tidaklah terlalu tepat dan bahkan penggunaan surat Sinode Konstantinopel 382 M untuk menolak otoritas Paus Roma adalah keliru karena malah menyatakan persekutuan dengan Paus Roma dan meminta konfirmasi dari Paus Roma atas pengangkatan St. Flavianus I. Fakta bahwa St. Damasus I, St. Ambrosius dari Milan, St. Epifanius dari Salamis dan St. Hieronimus dalam Sinode Roma 382 menolak memberi konfirmasi atas pengangkatan St. Flavianus menunjukkan bahwa anggapan Diakon ROCOR ini bahwa Sinode Konstantinopel 382 menolak otoritas Paus adalah salah.

Sumber-sumber:

pax et bonum