Minggu, 07 Juli 2013

Info Post


Kisah nyata berikut ini diceritakan Sr M. Veronica Murphy yang mendengarnya dari almarhum Romo Stanislaus SS.CC. (Kongregasi Hati Kudus).

Suatu hari bertahun-tahun yang lalu, di sebuah kota kecil di Luksemburg, seorang Kapten Penjaga Hutan sedang bercakap-cakap serius dengan seorang tukang daging ketika seorang wanita tua masuk ke tokonya. Tukang daging lantas memutuskan percakapannya dengan sang Kapten dan bertanya kepada si wanita tua itu apa yang dia inginkan. Ternyata si ibu tua itu datang untuk meminta sedikit daging tapi dia tidak punya uang. Sang Kapten merasa geli mendengar percakapan yang terjadi antara wanita miskin dan tukang daging itu, "Minta sedikit daging, tapi berapa yang akan Anda berikan?"




''Saya minta maaf saya tidak punya uang tapi saya akan mendengar Misa bagi Anda ". Saat itu, hadir di Misa lazim disebut dengan “mendengarkan” Misa.

Si tukang daging dan sang kapten keduanya adalah laki-laki yang baik tetapi sangat tidak peduli tentang agama, sehingga mereka langsung mengejek jawaban wanita tua itu.

"Baiklah," kata tukang daging, "Sekarang Anda pergi dan dengarkan Misa bagi saya. Dan ketika Anda datang kembali, saya akan memberikan daging sebanyak sesuai Misa yang layak."

Wanita itu meninggalkan toko dan kembali beberapa saat kemudian. Dia mendekati meja toko dan tukang daging melihatnya kemudian berkata, "Baiklah kalau begitu mari kita lihat."

Dia mengambil secarik kertas dan menulis di atasnya "Saya mendengar Misa untuk Anda." Dia kemudian meletakkan kertas pada sisi timbangan dan tulang kecil di sisi lain, tapi tidak ada yang terjadi.

Selanjutnya ia menukar tulang tadi dengan sepotong daging, tapi masih saja sehelai kertas tersebut tampak lebih berat. Kedua pria itu (tukang jagal dan kapten) mulai merasa malu atas sikap mengejek mereka, tapi tetap saja meneruskan kejadian tersebut.

Sepotong daging besar ditempatkan pada timbangan, tapi masih saja sehelai kertas bertuliskan “Saya mendengar misa untuk Anda” masih tampak lebih berat. Tukang daging, dengan putus asa, memeriksa timbangannya apakah ada yang salah, tapi semua bagiannya kondisinya masih benar.

"O wanita yang baik, apa yang Anda inginkan? Apakah Anda menginginkan saya memberikan sepotong kaki domba?" Saat mengucapkannya, ia tempatkan bongkahan daging kaki domba itu di timbangan, tetapi lagi-lagi sehelai kertas itu tetap lebih berat bobotnya.

Hal ini sangat mengesankan si tukang daging yang kemudian membuatnya ia bertobat, dan berjanji untuk memberikan jatah harian sejumlah daging bagi wanita miskin itu.

Adapun sang Kapten, dia meninggalkan toko si tukang daging temannya itu sebagai pria yang berbeda. Ia menjadi seseorang yang mencintai Misa harian. Dua putranya kemudian menjadi imam, satu seorang imam Yesuit dan lainnya di Kongregasi Hati Kudus (SS.CC.).

Romo Stanislaus menutup ceritanya dengan berkata"sayalah yang menjadi imam di Kongregasi Hati Kudus, dan Kapten itu adalah Ayah saya."

Sejak kejadian itu sang Kapten senantiasa hadir di Misa harian dan anak-anaknya dilatih untuk mengikuti teladannya. Kemudian, ketika anak-anaknya menjadi imam, ia menyarankan mereka untuk mengucapkan Misa dengan baik setiap hari dan tidak pernah melalaikan merayakan Kurban Misa sebisa mungkin.

sumber: 
bukunya bisa dicek di sini.
diterjemahkan oleh Shevyn Andreas.

Pax et bonum