Langsung ke konten utama

Homili Minggu Biasa Ke-22 (2 September 2012) oleh Pater Phil Bloom



Menghadapi Godaan-godaan

Poin Penting: Hari ini kita melihat mengapa Allah mengizinkan godaan-godaan: yaitu supaya kita mengakui ketergantungan kita kepada-Nya.

Minggu lalu kita telah menyelesaikan seri lima minggu mengenai Ekaristi – Yohanes, Bab 6, Yesus Roti Kehidupan. Injil hari ini mengangkat mengenai kekhawatiran yang berhubungan dengan Misa: masalah godaan selama doa.

Yesus mengutip Yesaya mengenai orang-orang yang menghormati Allah dengan bibir mereka, sementara hati mereka tetap jauh dari Dia. Banyak orang merasa seperti itu ketika mereka duduk untuk berdoa, terutama saat Misa. Segera setelah kita membuat Tanda Salib, godaan-godaan mulai membanjiri pikiran.

Apa yang seseorang dapat lakukan mengenai godaan? Saya tidak memiliki solusi yang pasti, tetapi saya dapat membagikan beberapa pengalaman saya pribadi. Saya hendak berbicara mengenai tiga jenis godaan.

Mari kita mulai dengan kabar baik. Beberapa godaan dapat menjadi positif. Seringkali ketika saya berdoa, beberapa kebutuhan atau tugas akan datang ke dalam pikiran saya. Mungkin ada seseorang yang harus saya telepon. Saya belum memikirkan tentang dia sepanjang hari, tetapi ketika saya mulai berdoa, saya ingat bahwa saya berjanji untuk menelepon dia. Saya mencoba untuk menahan diri terhadap desakan untuk berhenti berdoa dan [desakan] untuk meneleponnya. Malahan saya mungkin mencatat namanya untuk didoakan kemudian kembali untuk berdoa. Hal terbaik yang bisa saya lakukan untuk teman saya adalah berdoa.

Ketika ada seseorang datang ke dalam pikiran saya, itu berarti saya harus berdoa untuk dia. Hal ini terutama terjadi ketika saya mengingat seseorang yang telah menyakiti saya. Bila godaan itu terjadi dalam Misa, saya mencoba untuk membawa hal itu ke dalam apa yang sedang terjadi di altar. Yesus memberikan hidup-Nya untuk saya, untuk pengampunan dosa-dosa saya. Bukankah sebaiknya saya meminta Dia membantu saya untuk mengampuni orang yang telah menyakiti saya? Jadi, godaan-godaan yang mengingatkan kita akan seseorang atau kewajiban kita dapat menjadi positif. Kita dapat mengintegrasikannya ke dalam doa, bahkan ke dalam Misa.

Saya sekarang hendak berbicara mengenai godaan tipe kedua: yaitu yang datang dari daging – tarikan ke bawah dari kodrat manusia. Kadang-kadang ketika saya sedang merayakan Misa, saya akan berpikir mengenai apa yang saya miliki di kulkas. Mungkin seseorang telah memberikan saya tamales. Saya membayangkan diri saya sendiri meletakkan makanan itu ke dalam microwave dan bagaimana tampilan makanan itu ketika saya menariknya keluar dari microwave. Saya tidak merasa lapar, tetapi tiba-tiba semua tamales  itu menjadi fokus perhatian saya. Pada saat mulai membayangkan hal ini, apa yang perlu saya lakukan adalah berkata, “Tolong!”. Mengakui bahwa saya tidak tahu bagaimana berdoa dan tidak mengenal Roh Kudus adalah pribadi yang berdoa di dalam diri saya. Seperti yang Yesus katakan, “roh memang penurut, tetapi daging lemah.” Tuhan, berikanlah aku Roh-Mu yang sangat kuat. Yesus mengizinkan kelemahan daging sehingga kita mengakui ketergantungan kita kepada-Nya. Hal ini tidak berarti kita diberikan ke dalam daging. Kita berada dalam pertempuran spiritual – dan seringkali pertempuran tersebut menjadi sangat dahsyat ketika kita mencoba untuk berdoa.

Saya memberi contoh di atas mengenai kerakusan. Ini berarti lebih dari sekadar makan berlebihan, tetapi juga menjadikan makan sebagai salah satu pusat pikiran seseorang. Di samping ketamakan, ada 6 dosa pokok lainnya – sebagai contoh iri hati, keserakahan, nafsu birahi – yang mana saja dapat datang ke hadapan kita selama berdoa. Jangan membiarkan dan jangan menyerah. Tetaplah melawan godaan-godaan yang datang dari daging – dan tetaplah memohon pertolongan kepada Allah.

Tipe ketiga godaan menawarkan beberapa keenakan: yaitu yang datang dari ketidaksopanan dalam berpakaian. Uskup John Yanta telah menulis surat yang bermanfaat mengenai Kesopanan saat Misa.

Ketidaksopanan dalam Misa adalah bagian dari sebuah masalah yang lebih besar – ketiadaan kesopanan dalam budaya kita. Masyarakat kita menyajikan ketidaksopanan sebagai sesuatu yang membebaskan, padahal dalam kenyataannya hal itu memperbudak orang. Lebih dari itu, ketidaksopanan mengelilingi kita bahkan menelan kita.

Untuk memahami apa yang kita sedang lawan, saya hendak menggunakan gambaran dari film Lord of The Rings. Anda mungkin mengingat laba-laba raksasa, Shelob, yang menyerang Frodo. Laba-laba itu mengelilingi Frodo dengan jaring-jaring lengket sehingga ia dapat melahap Frodo.

Begitu juga, budaya kita -  yang adalah sebuah budaya kematian – putaran jaring ketidaksopanan. Melawan jaring-jaring tersebut, kita terlihat tak berdaya. Kita, bagaimanapun juga, memilih beberapa alat perang di sisi kita. Anda mungkin mengingat bahwa ketika jaring-jaring Shelob membungkusi Frodo, Samwise teman Frodo melawan balik. Ia hanya memiliki dua senjata – sebuah pedang kecil hobbit yang terlihat konyol melawan laba-laba raksasa. Tetapi ia juga memiliki Phial (botol kecil) dari Galadriel. Phial itu mengeluarkan seberkas cahaya yang menyebabkan Shelob mengecil. Hal ini memungkinkan Samwise untuk menghancurkan makhluk yang mengerikan tersebut.

Bila kita berseru kepada Kristus, Ia akan mengirimkan seorang malaikat untuk membela kita. Terutama adalah sangat membantu dengan meminta pengantaraan dari Bunda Maria Yang Terberkati. Pertempuran ini tidak akan berakhir sampai saat kita dimasukkan ke dalam kubur, tetapi kita dapat mencari pertolongan untuk keluar dari jaring-jaring lengket yang menelan kita hari ini. Janganlah putus asa – dan terutama ketika kita datang ke Misa kita dapat berseru meminta pertolongan, bagi kita dan bagi orang-orang muda kita. Saya akan berbicara lebih banyak mengenai pertempuran untuk kemurnian Minggu depan.
Hari ini kita melihat mengapa Allah mengizinkan godaan-godaan: yaitu supaya kita mengakui ketergantungan kita kepada-Nya. Kita hidup dalam sebuah budaya kematian (culture of death) yang mengancam menelan kita. Para musuh menggunakan budaya tersebut untuk menyerang kita dari semua sisi. Tetapi, ketika kita meminta, Roh Kudus memberikan kita pertolongan. Seperti yang St. Yakobus katakan: Setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna, datangnya dari atas, diturunkan dari Bapa segala terang ... terimalah dengan lemah lembut firman yang tertanam di dalam hatimu, yang berkuasa menyelamatkan jiwamu.” (Yak 1:17,21). Amin.


Pater Phil Bloom adalah Pastor Paroki St. Mary of the Valley, Monroe
Homili di atas diterjemahkan dari situs resmi paroki tersebut.
Pax et Bonum

 

Renungan Hari Ini

Postingan Populer

Doa-doa Dasar dalam Bahasa Latin

Bahasa Latin telah lama menjadi bahasa resmi Gereja Katolik. Berbagai dokumen resmi Gereja ditulis dalam bahasa Latin lalu diterjemahkan ke bahasa lainnya. Bahasa Latin berfungsi sebagai ikatan untuk ibadah/ penyembahan Katolik, menyatukan orang-orang dari setiap bangsa dalam perayaan Liturgi Suci, yang memungkinkan mereka untuk menyanyi dan merespon dalam ibadah umum.[1] Pada zaman kuno, Latin adalah bahasa umum hukum dan bisnis, seperti bahasa Inggris yang digunakan masa kini. Pada abad ke-5, karena Kekaisaran Romawi runtuh, Gereja muncul sebagai kekuatan budaya penyeimbang, mempertahankan penggunaan bahasa Latin sebagai sarana untuk persatuan. Bahasa Latin, sebagai bahasa mati di masa kini, bukanlah milik suatu negara. Karena Gereja adalah untuk “semua bangsa, suku dan bangsa,” (Wahyu 11:09) maka sangatlah tepat bahwa Gereja menggunakan bahasa Latin sebagai bahasa resminya. [2] Signum Crucis / Tanda Salib In nómine Pátris et Fílii et Spíritus Sáncti. ...

Kata "KATOLIK" Ada Dalam Kitab Suci

Bapa Gereja awal yang pertama kali menggunakan istilah GEREJA KATOLIK adalah St. Ignatius dari Antiokia. Beliau menurut tradisi Kristen adalah murid St. Yohanes Rasul dan beliau juga seorang anak yang pernah dipangku oleh Tuhan Yesus dalam Markus 9:36. Santo Ignasius dari Antiokia Kutipan dari tulisan St. Ignatius dari Antiokia kepada Jemaat di Smirna: Wherever the bishop appears, let the people be there; just as wherever Jesus Christ is, there is the Catholic Church " (Letter to the Smyrneans 8:2 [A.D. 110]). "Di mana ada uskup, hendaknya umat hadir di situ, sama seperti di mana ada Yesus Kristus, Gereja Katolik hadir di situ." Hal ini secara tidak langsung menunjukkan bahwa sebelum masa St. Ignatius , istilah "Gereja Katolik" telah digunakan sebagai nama Gereja yang didirikan oleh Tuhan Yesus di ayat berikut. Mat 16:18 Dan Akupun berkata kepadamu: Engkau adalah Petrus dan di atas batu karang ini Aku akan mendirikan GEREJA -Ku da...

Perisai Lambang Kepausan (Coat of Arms) Paus Leo XIV

  Lambang Paus Leo XIV terdiri dari perisai yang dibagi menjadi dua sektor, yang masing-masing membawa pesan yang mendalam. Di sisi kiri, dengan latar belakang biru, terdapat bunga lili putih bergaya, simbol tradisional kemurnian dan kepolosan. Bunga ini, yang sering dikaitkan dengan Perawan Maria, langsung membangkitkan dimensi Maria dalam spiritualitas Paus. Ini bukan sekadar seruan pengabdian, tetapi indikasi yang tepat tentang sentralitas yang ditempati Perawan Maria yang Terberkati dalam cara Gereja: model mendengarkan, kerendahan hati, dan penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan. Di sisi kanan perisai, dengan latar belakang putih, digambarkan Hati Kudus Yesus, tertusuk anak panah dan terletak di atas buku yang tertutup. Gambar ini, yang intens dan penuh makna, merujuk pada misteri pengorbanan penebusan Kristus, hati yang terluka karena cinta kepada manusia, tetapi juga pada Sabda Tuhan, yang diwakili oleh buku yang tertutup. Buku yang tertutup ini menunjukkan bahwa kebenaran ...