Sabtu, 01 September 2012

Info Post

Menjelang  umur 50 tahun, Konsili Vatikan II yang diselenggarakan dari tanggal 11 Oktober 1962 hingga 8 Desember 1965 masih sering disalahpahami dari berbagai sisi oleh banyak umat Katolik. Penyebaran kekeliruan melalui media yang sangat cepat dan begitu intens mengenai Konsili Vatikan II semakin membuat kesalahpahaman tersebut mengakar dan tentu saja semakin sulit untuk dikoreksi. Tetapi, bagaimanapun juga, kita tidak dapat berada dalam kondisi seperti ini terus. Oleh karena itu, saya akan memaparkan sejumlah kesalahpahaman umum mengenai Konsili Vatikan II dan koreksinya.

1. Konsili Vatikan II adalah konsili dogmatis.

Apa yang dimaksudkan dari pernyataan ini adalah Konsili Vatikan II merupakan konsili yang membuat dan mendeklarasikan ajaran (dogma dan doktrin) baru yang berbeda dari ajaran Gereja Katolik sebelum Konsili Vatikan II. Ajaran-ajaran Konsili Vatikan II dipandang sebagai satu-satunya ajaran Gereja yang berlaku untuk masa sekarang, sementara ajaran-ajaran konsili-konsili ekumenis sebelumnya tidak berlaku lagi.

Pernyataan di atas adalah keliru dan tidak pernah sesuai dengan apa yang diintensikan oleh Konsili Vatikan II sendiri. Konsili Vatikan II sungguh adalah magnum opus (karya besar) Gereja Katolik pada abad ke-20 tetapi sifat atau natur dari Konsili Vatikan II bukanlah konsili dogmatis melainkan konsili pastoral. Konsili Vatikan II secara umum berbicara bagaimana ajaran-ajaran Gereja yang sudah dipegang sejak Gereja berdiri tahun 33 AD disajikan dan diteruskan kepada dunia dalam bentuk yang lebih segar sesuai dengan perkembangan zaman serta bagaimana Gereja berinteraksi dengan dunia modern tanpa mengkompromikan ajaran-ajarannya. Berikut ini saya kutipkan pernyataan-pernyataan Para Bapa Konsili Vatikan II dan Joseph Cardinal Ratzinger (sekarang Paus Benediktus XVI):
“Tujuan [Vatikan II] sejak pertama adalah pembaharuan pastoral dalam Gereja dan sebuah pendekatan baru kepada [dunia] luar.” (John Kardinal Heenan, Kardinal dan Uskup Agung Westminster, Bapa Konsili Vatikan II)
“Ada mereka yang bertanya atas otoritas apa, atas kualifikasi teologis apa Konsili [Vatikan II] berkehendak untuk memberikan kepada ajaran-ajarannya, dengan mengetahui bahwa konsili [Vatikan II] menghindari mengeluarkan definisi-definisi dogmatis yang meriah [yang] didukung oleh otoritas mengajar Gereja yang tidak bisa salah. Jawabannya [dapat] diketahui oleh mereka yang mengingat deklarasi konsili pada 6 Maret 1964 yang diulangi lagi pada 16 November 1964. Mengingat sifat pastoral dari Konsili [Vatikan II], [konsili ini] menghindari pernyataan secara luar biasa atas dogma apapun yang membawa tanda ke-tak-bisa-salah-an.” (Paus Paulus VI)
“ ... Memang ada mentalitas pandangan sempit yang mengisolasi Vatikan II dan yang telah memprovokasi pertentangan ini. Ada banyak hal darinya yang memberikan kesan bahwa, sejak Vatikan II dan sesudahnya, semuanya telah berubah, dan apa yang mendahuluinya (Vatikan II) tidak mempunyai nilai atau, paling tidak, hanya mempunyai nilai dalam terang Vatikan II. ... Konsili Vatikan II tidak diperlakukan sebagai bagian dari seluruh Tradisi yang hidup dari Gereja., tapi sebagai akhir dari tradisi, sebuah awal dari nol. Padahal sebenarnya adalah konsili ini tidak mendefinisikan dogma apapun, dan secara sengaja memilih untuk tetap berada pada level yang sederhana, hanya sebagai konsili pastoral; namun banyak yang memperlakukannya (Vatikan II) seakan-akan [Vatikan II] sendiri membuat dirinya (Vatikan II) menjadi suatu superdogma yang menghilangkan pentingnya semua [Tradisi hidup Gereja] yang lain. ... Satu-satunya cara yang mana untuk membuat Vatikan II masuk akal adalah untuk menyajikannya (Vatikan II) sebagai apa adanya; [yaitu sebagai] satu bagian dari ketidakterputusan, keunikan Tradisi dari Gereja dan dari imannya (Gereja).” (Joseph Kardinal Ratzinger, sekarang Paus Benediktus XVI, di hadapan para Uskup Cile.)
Ket: Terimakasih kepada Deusvult, moderator situs ekaristi.org, atas terjemahannya.

2. Konsili Vatikan II membatalkan dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus (Di Luar Gereja Tidak Ada Keselamatan). Konsili Vatikan II mengajarkan bahwa “di luar Gereja ada keselamatan.”

Kesalahpahaman ini adalah konsekuensi dari kesalahpahaman pertama yang saya tulis di atas. Banyak umat Katolik menganggap bahwa dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus adalah ajaran Gereja masa lalu yang sudah dibatalkan oleh Konsili Vatikan II dan digantikan dengan ajaran “Di Luar Gereja Ada Keselamatan” bahkan ada pula yang semakin memperluasnya menjadi “Di Luar Kristus Ada Keselamatan”. Malah banyak pula yang menyatakan Extra Ecclesiam Nulla Salus tidak pernah menjadi dogma Gereja Katolik, dulu dan sekarang.  Konsili Vatikan II dipandang, oleh banyak umat Katolik sendiri, mengajarkan bahwa agama-agama lain dan gereja-gereja lain juga dapat menghantar setiap orang kepada keselamatan sama seperti Gereja Katolik menjadi tanda dan sarana keselamatan bagi semua bangsa. Dengan kata lain, agama-agama dan gereja-gereja tersebut menjadi jalan keselamatan yang komplementer terhadap Gereja Katolik.

Tentu saja hal di atas kesalahpahaman yang sama sekali tidak pernah diajarkan Konsili Vatikan II. Mengenai hal ini saya telah membahasnya secara lebih detail pada artikel: Apakah Konsili Vatikan II Menganulir Dogma EENS?. Apa yang diajarkan Gereja sebelum dan sesudah Konsili Vatikan II adalah sama termasuk Dogma Extra Ecclesiam Nulla Salus. Saya pertegas kembali; DOGMA Extra Ecclesiam Nulla Salus. Karena EENS adalah DOGMA Gereja, maka setiap umat beriman Katolik terikat kewajiban untuk mengimani dogma ini sama seperti mengimani Dogma Tritunggal, Dogma Maria Bunda Allah dan dogma-dogma lainnya. Untuk membantu memahami Dogma EENS, saya telah menuliskan artikel berjudul: Di Luar Yesus Kristus dan Gereja Katolik Tidak Ada Keselamatan. Berikut ini saya tampilkan bukti-bukti dari dokumen Gereja Katolik yang menegaskan bahwa Konsili Vatikan II tidak menganulir dogma EENS:
Maka perlulah semua orang bertobat kepada Kristus, yang dikenal melalui pewartaan Gereja, dan melalui Babtis disaturagakan ke dalam Dia dan Gereja, yakni Tubuh-Nya. Sebab Kristus sendiri “dengan jelas-jelas menegaskan perlunya iman dan babtis (lih. Mrk 16:16;  Yoh 3:5), sekaligus menegaskan perlunya Gereja, yang dimasuki orang-orang melalui Babtis bagaikan pintunya. Maka dari itu andaikata ada orang yang mengetahui bahwa Gereja Katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.” (Konsili Vatikan II, Dekrit Ad Gentes 7)
Maka dari itu andaikata ada orang yang mengetahui bahwa Gereja katolik itu didirikan oleh Allah melalui Yesus Kristus sebagai upaya yang perlu, namun tidak mau masuk ke dalamnya atau tetap tinggal di dalamnya, ia tidak dapat diselamatkan.  (Konsili Vatikan II, Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium 14)
Pernyataan dan Pengajaran Gereja Katolik setelah Konsili Vatikan II:
“Tidak ada keselamatan di luar Gereja. Hanya dari dialah (Gereja) kuasa hidup menuju Kristus dan RohNya mengalir secara pasti dan secara penuh, untuk memperbaharui seluruh kemanusiaan, dan karenanya mengarahkan setiap manusia untuk menjadi bagian dari Tubuh Mistik Kristus.” (Pope John Paul II, Radio Message for Franciscan Vigil in St. Peter's and Assisi, October 3, 1981, L'Osservatore Romano, October 12, 1981.)
Harus diimani dengan teguh bahwa Gereja adalah tanda dan sarana keselamatan bagi semua bangsa. Adalah bertentangan dengan iman Katolik untuk memandang berbagai agama dunia sebagai jalan-jalan keselamatan komplementer terhadap Gereja. (Kongregasi Doktrin Iman, Notifikasi Mengenai Tulisan Romo Jacques Dupuis, SJ., tanggal 24 Januari 2001)
“...adalah jelas bahwa menjadi bertentangan dengan iman, untuk menganggap Gereja sebagai satu jalan keselamatan yang ada berdampingan dengan jalan-jalan agama- agama lain, yang dilihat sebagai yang melengkapi Gereja atau yang secara hakiki sama dengannya, meskipun jika ini dikatakan sebagai pertemuan dengan Gereja menuju kerajaan Tuhan di akhir jaman.” (Deklarasi Dominus Iesus, dikeluarkan oleh Kongregasi Doktrin Iman tanggal 6 Agustus 2000)
3. Konsili Vatikan II mengamanatkan penerimaan Komuni Kudus di tangan sambil berdiri.

Konsili Vatikan II sama sekali tidak pernah mengamanatkan penerimaan Komuni Kudus di tangan sambil berdiri dalam dokumen-dokumennya. Selama berabad-abad bahkan hingga detik ini, norma resmi dan universal Gereja Katolik Latin mengenai penerimaan Komuni Kudus adalah penerimaan di lidah sambil berlutut.

Praktik menerima Komuni Kudus di tangan adalah indult atau pengecualian terhadap norma universal Gereja Katolik yang diberikan oleh Para Paus kepada konferensi-konferensi para uskup yang meminta indult tersebut di wilayahnya. Tanggal 29 Mei 1969 (4 tahun sesudah Vatikan II), dalam Instruksi Memoriale Domini, Paus Paulus VI mengamanatkan agar setiap konferensi para uskup mempertahankan norma tradisional penerimaan Komuni Kudus di lidah sambil berlutut. Namun, di samping itu juga, Paus Paulus VI menyatakan dapat memberi indult (pengecualian dari norma Gereja Universal) kepada konferensi-konferensi para uskup yang memintanya terkait penerimaan Komuni Kudus di tangan. Sejak 1970, banyak konferensi para uskup menerima indult tersebut. Romo Greg J. Markey membandingkan permintaan indult ini dengan kasus perceraian yang diizinkan Musa (bdk Mat 19:8). Karena ketegaran para uskup meminta indult Komuni di tangan, Paus Paulus VI mengizinkannya. Akan tetapi, sejak semula tidaklah demikian.

Silahkan baca berbagai artikel mengenai penerimaan Komuni di lidah yang mau tidak mau juga membahas mengenai penerimaan Komuni di tangan.

4. Konsili Vatikan II membatalkan Misa Latin Tradisional (Forma Ekstraordinaria atau Tridentin) dan menggantikannya dengan Misa Paulus VI (Forma Ordinaria atau Novus Ordo).

Banyak umat Katolik (dan juga para imam) ketika mendengar mengenai Misa Latin Tradisional menganggap Misa ini sebagai Misa pra-Vatikan II yang jadul, kuno dan sudah tidak dirayakan lagi setelah Konsili Vatikan. Konsili Vatikan II dipandang menggantikan Misa ini dengan Misa yang umum kita rayakan sekarang yang dikenal dengan nama Misa Paulus VI (Novus Ordo). Anggapan salah yang terjadi kemudian adalah bahwa Misa Tridentin tidak berlaku lagi setelah Konsili Vatikan II.

Tentu saja Konsili Vatikan II tidak pernah menggantikan Misa Tridentin dengan Misa Novus Ordo ini. Vatikan II tidak pernah mengamanatkan hal ini. Misa Paulus VI sendiri diperkenalkan dan dipromulgasikan oleh Paus Paulus VI pada 3 April 1969 melalui Konstitusi Apostolik Missale Romanum. Setelah promulgasi ini, Paus Paulus VI tetap mengizinkan Misa Latin Tradisional dirayakan di berbagai tempat termasuk Inggris dan Wales. Dua imam kudus yang terkenal, St. Padre Pio dan St. Josemaria Escriva juga masih tetap merayakan Misa Latin Tradisional sampai Allah memanggil mereka.

Paus Benediktus XVI, dalam Motu Proprio Summorum Pontificum yang dikeluarkan tanggal 7 Juli 2007, menegaskan bahwa: “Karena itu, adalah diijinkan untuk merayakan Kurban Misa mengikuti edisi tipikal dari Misa Roma, yang dipromulgasikan oleh Beato Yohanes XXIII pada 1962 dan tidak pernah dibatalkan (abrogated), sebagai suatu bentuk luarbiasa dari Liturgi Gereja.”

5. Konsili Vatikan II mengamanatkan bahwa kaum awam dapat membagikan Komuni Kudus.

Yang dapat dan berhak membagikan Komuni Kudus adalah kaum tertahbis, sementara kaum awam tidak dapat dan tidak berhak membagikan Komuni Kudus. Ini adalah norma universal-nya. Beato Yohanes Paulus II menegaskan norma universal ini dalam Dokumen Dominicae Cenae (1980). “To touch the sacred species and to distribute them with their own hands is a privilege of the ordained,

Konsili Vatikan II sama sekali tidak mengamanatkan bahwa kaum awam dapat membagikan Komuni Kudus. Sama seperti penerimaan Komuni Kudus di tangan, praktik “kaum awam membagikan Komuni Kudus” merupakan indult (pengecualian dari norma Universal) yang diberikan atas persetujuan Tahta Suci. Immensae Caritatis, sebuah dokumen Gereja yang dikeluarkan oleh Kongregasi Penyembahan Ilahi dan Disiplin Sakramen pada tahun 1973, menjelaskan kondisi-kondisi di mana seorang awam, dikecualikan dari norma universal, dapat membagikan Komuni Kudus. Kondisi-kondisi itu adalah seperti tidak adanya kaum tertahbis yang dapat membagikan Komuni Kudus; kaum tertahbis berada dalam kondisi yang tidak sehat sehingga tidak dapat membagikan Komuni Kudus; dan kondisi di mana terdapat umat dalam jumlah yang sangat besar sehingga pembagian Komuni Kudus akan memakan waktu yang sangat lama bila hanya dibagikan oleh kaum tertahbis.


Demikianlah 5 kesalahpahaman umum mengenai Konsili Vatikan. Koreksi terhadap kesalahpahaman-kesalahpahaman tersebut dibuat atas dasar kasih dalam kebenaran. Sekarang saatnya kita memandang Konsili Vatikan II dengan benar, dengan memandangnya dalam keselarasan dengan konsili-konsili sebelumnya. Mari membiasakan yang benar ketimbang membenarkan kebiasaan.

Pax et Bonum